Suara.com - Ketua Tim Pencari Fakta Komisaris Jenderal Dwi Priyatno belum mau mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap adik kandung terpidana mati Freddy Budiman, Jhony Suhendra alias Latief, di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat. Pemeriksaan ini terkait kesaksian Freddy yang menyebutkan bisnisnya dibekingi aparat penegak hukum.
"Itu semuanya masih proses, dalam pengumpulan fakta. Masih proses, kita belum bisa menganalisa. Karena itu gabungan baik dari Polrinya maupun yang independennya. Jadi dari pengumpulan fakta itu kita sifatnya masih mengumpulkan," kata Dwi yang menjabat Inspektorat Pengawasan Umum Polri, Selasa (16/8/2016).
Saat ini, kata dia, Tim Pencari Fakta masih terus mengumpulkan informasi dan bukti, terutama terkait aliran uang yang disebutkan Freddy ke sejumlah aparat penegak hukum guna memuluskan penyelundupan narkoba.
Hari ini, kata dia, anggota tim akan berangkat ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Salah satu tugas mereka untuk memastikan apakah ada kamera yang merekam percakapan Freddy dan Koordinator Kontras Haris Azhar.
"Kita kumpulkan fakta itu, apa yang disampaikan kita kumpulkan baru kita analisa. Contohnya sekarang tim mau ke Nusakambangan, tim sudah berangkat kemarin sore, yang independen hari ini, nanti ketemu di sana nanti dari hasil itu dikumpulkan dan dianalisa seperti apa. Tim masih bekerja," kata dia.
Dwi mengatakan pagi tadi Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan Muhammad Yusuf telah bertemu.
"Tadi hanya Pak Kepala PPATK, didampingi stafnya, (bertemu) bapak kapolri saja," kata dia.
Dwi belum bisa menjelaskan apa yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
"Saya pasti akan dipanggil Bapak Kapolri untuk membahas, belum Bapak kan masih sibuk," kata dia.
Kasus ini berawal dari informasi rahasia Freddy kepada Haris Azhar menemuinya di Nusakambangan pada 2014. Kesaksian Freddy kemudian ditulis Haris Azhar di media sosial beberapa saat sebelum Freddy dieksekusi mati di Nusakambangan awal Agustus 2016. Isinya mengejutkan, untuk memuluskan penyelundupan narkoba, Freddy mengaku menyuap oknum BNN sebesar Rp450 miliar dan oknum polisi sebesar Rp90 miliar. Dia juga mengaku pernah diantar jenderal TNI bintang dua ketika membawa narkoba dari Medan ke Jakarta memakai mobil jenderal.