Suara.com - Menurut saksi ahli psikologi klinis Antonia Ratih Handayani, terdakwa Jessica Kumala Wongso bersikap tenang dan penuh percaya diri ketika diobservasi tim psikolog selama enam jam. Jessica merupakan terdakwa kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini, Antonia mengatakan dalam situasi ketika Mirna kolaps, biasanya orang akan panik.
"Kemungkinan yang bersangkutan sudah tahu apa yang harus dia hadapi," kata Antonia.
Antonia menambahkan ketenangan Jessica bisa terusik bilamana dia berada dalam situasi yang tak dapat diprediksi.
"Ekspresi Jessica berubah 180 derajat, dari kooperatif jadi ketus. Bahasa tubuh yang tadinya terbuka, menghadap saya jadi menutup," katanya.
Hal itu menunjukkan sikap penolakan.
Bagi psikolog, kata Antonia, semua sikap Jessica yang keluar merupakan informasi penting.
"Saya melihat jika dia ada dalam situasi yang sudah diantisipasi, dia akan mampu bersikap tenang. Tapi di luar antisipasi, emosinya akan terpicu. Ini yang harus diulik," katanya.
Dalam interaksi selama enam jam, Antonia mengamati bahwa Jessica menyampaikan semua jawaban secara tegas dan sistematis. Bila diuji, jawabannya memang benar.
"Tetapi dari semua jawaban yang ditampilkan ada hal yang tidak bisa diulik lanjut karena ada tembok psikologis yang dipasang terutama tentang masa lalu," katanya.
Mirna meninggal dunia usai meneguk es kopi Vietnam bercampur zat sianida di kafe Olivier, Grand Indonesia Mall, Jakarta Pusat, pada Rabu (6/1/2016).