Ani memperlihatkan bekas luka -luka di tangannya. “Bibir yang di sebelah sini ada sedikit keluar tuh dagingnya, ditarik dia sampai putus. Terus sampai berdarah-darah ngalir tanpa diobatin. Jadi sembuh sendiri.”
Ani pun diancam jangan mencoba melarikan diri karena akan dikeroyok warga sekitarnya. Ia terus bercerita bagaimana majikannya menyiksa dirinya “Di perut di punggung di kedua kaki disetrika. Terus disuruh makan kotoroan kucing. Sehingga saya kena penyakit TB,” tuturnya.
Kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan majikan dan anggota keluarganya sungguh di luar batas kemanusian, sehingga tak mungkin untuk ditulis di sini.
Pada akhirnya setelah sembilan tahun tanpa telpon selular dan akses telekomunikasi dengan orang di luar rumah ia berhasil melarikan diri. Ia memanjat lantai tiga rumah majikannya dan meluncur keluar menggunakan bantaun kabel antena televisi.
Dengan muka babak belur ia berlari-lari ke jalan ditonton banyak orang. Ia minta tolong orang yang ditemuinya di jalan tapi tak ada yang mau membantunya karena wajahnya yang babak belur. Sampai akhirnya seorang tukang ojek menunjukan kepadanya kantor polisi.
Kepada polisi dengan lugu ia mengaku menyerahkan diri. “Pak tolongin saya, saya mau nyerahin diri saya. Saya tak mau ke majikan saya lagi.” Di luar dugaan polisi malah membelanya. Akhirnya ia dipindahkan ke Polsek Matraman dan laporannya diproses di sana. Polisi pun mengrebek rumah majikannya.
Kasusnya pun berlanjut, majikannya diperiksa polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. Sampai sekarang kasusnya masih berlanjut di pengadilan Jakarta Timur. Sampai sekarang sudah menjalani enam kali persidangan.
Lita Anggraini dari Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) yang selama ini mendampingi Ani menginginkan para pelaku dihukum sebarat-beratnya. Walau baru-baru ini pengacara majikan yang menyiksa Ani mengajukan kepada hakim agar perkaranya dihentikan karena terdakwa sakit jiwa. Untungnya hakim menolak.
Anak yang menjadi pekerja rumah tangga sering kali menjadi korban penyiksaan fisik dan seksual. Alasannya sederhana saja, menurut Aida Milasari dari Jaringan penghapusan Pekerja Anak (JARAK), “Anak-anak tidak mengetahui apa yang terjadi. Karena mereka masih anak-anak tak bisa menolak dan tak tahu apa yang terjadi pada dirinya,” tandasnya.
Anak-anak tak tahu apa itu kekerasan seksual. Pelakunya biasanya di lingkup keluarga tempat mereka bekerja. Aida Milasari berharap RUU Pekerja Rumah Tangga memuat juga untuk melarang anak menjadi pekerja rumah tangga.