Belum Ada Pelanggaran SP3 ke 15 Perusahaan Terduga Bakar Hutan

Jum'at, 12 Agustus 2016 | 19:45 WIB
Belum Ada Pelanggaran SP3 ke 15 Perusahaan Terduga Bakar Hutan
Kebakaran hutan di kawasan Tulung Selapan, Kabupaten OKI (Ogan Komering Ilir), Sumatera Selatan, tahun 2015. [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kepolisan Negara Republik Indonesia telah membentuk tim pemeriksa kebakaran hutan dan lahan  terkait keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada 15 perusahaan yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan di Riau.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto mengatakan tim pemeriksaan Kahutla belum menemukan adanya indikasi pelanggaran dalam penetapan SP3 pada 15 perusahaan tersebut.

"Saat ini tim masih bekerja, melakukan pendalaman terhadap keputusan SP3 Kapolda Riau. Belum ada finalisasi terkait dengan anggota yang berangkat ke Polda Riau dalam rangka telusuri, pelajari, dan pengeluaran SP3 oleh Kapolda Riau," kata Agus di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (12/8/2016).

Lanjut Agus Mabes Polri menerima 18 Laporan Kasus Kahutla di Riau. Kapolda Riau Brigadir Jenderal menilai tidak adanya unsur tindak pidana atas bukti-bukti yang ada pada 15 perusahaan tersebut.

"Jadi pada tahun 2015 itu ada 18 laporan, yang dua sudah masuk proses sidang, satu penyidikan, 15 di SP3. Jadi yang lanjut tiga," kata Agus.

Selain itu Agus mengatakan karena tidak adanya alat bukti, penyidik akhirnya terbentur oleh Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lahan dan Hutan. Dimana salah satu poinnya mengatakan bahwa hutan boleh dibakar seluas dua hektar untuk kepentingan warga lokal.

"Itu terbentur, sebetulnya yang dua hektar ini untuk kebutuhan masyarakat setempat. Istilah dalam undang-undang itu untuk varietas tanaman lokal. Jadi misalnya palawija, untuk tanaman kebutuhan sehari-hari masyarakat, bukan untuk semacam perkebunan yang begitu besar," ujar Agus.

"Nah ini sehingga hal-hal seperti inilah yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan proses pembukaan lahan dengan cara membakar. Meskipun dalam undang-undang juga disebutkan dapat dengan cara membakar sebanyak dua hektar namun, tetap harus memperhatikan jangan sampai proses pembakaran itu tidak bisa dikendalikan. Nah kadang-kadang yang ada pada saat membakar, ditinggal, ditinggal ya menyebar ke tempat lain," tutur Agus menambahkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI