Kota Singkawang Tolak "Full Day School" Mendikbud Muhadjir

Kamis, 11 Agustus 2016 | 23:01 WIB
Kota Singkawang Tolak "Full Day School" Mendikbud Muhadjir
Beberapa jajanan anak sekolah mengandung bahan kimia berbahaya seperti borax, formalin dan rodhamin. (Antara/Iggoy el Fitra)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dinas Pendidikan Singkawang menolak "Full Day School" yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. Kepala Dinas Pendidikan Singkawang, Nadjib meminta pemerintah pusat lebih dulu penuhi kebutuhan sekolah.

"Tidak setuju, apabila pemerintah hanya memerintahkan saja, namun tidak dilengkapi dengan fasilitas sekolah yang memadai," kata Nadjib di Singkawang, Kamis (11/8/2016).

Jika tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, kata Nadjib, dikhawatirkan sekolah dan siswa tidak bisa melakukan apa-apa. Sehingga tidak ada hasilnya.

"Sampai seharian di sekolah, apa yang mau dikerjakan siswa. Sementara fasilitasnya tidak ada," ujar Nadjib.

Menurut Nadjib, kebijakan Menteri jangan sampai membuat siswa maupun guru menjadi stres. Karena semua pelajaran harus dipaksakan kepada siswa.

Lagi pula, terang Nadjib, setiap anak punya keunikan masing-masing.

"Si A kurang minat di bidang ini, kemudian si B minat di bidang ini. Masing-masing siswa itu karakternya berbeda-beda," tuturnya.

Berbeda jika diikuti dengan fasilitas yang lengkap di sekolah. Jumlah guru yang cukup, tentunya sangat bagus.

"Saya dukung wacana itu jika demikian. Karena semua kebutuhan siswa tersalurkan," katanya.

Namun, hal itu sangat jauh dari apa yang diharapkan. Lantaran, Pemda tidak kuat untuk memberikan fasilitas yang lengkap di sekolah, kemudian pusat pun tidak mau menyalurkan bantuannya.

"Jangan hanya sekedar ngomong memerintahkan saja," katanya.

Sebagai solusinya, kata Nadjib, bisa saja Kementerian menunjuk sekolah untuk menjadi percontohan bagi sekolah lainnya.

"Mungkin ada jalan tengahnya, seperti membuat percontohan sekolah seperti itu. Nanti baru dilakukan evaluasi," sarannya.

Dikatakan Nadjib, kebijakan yang serba baru tentu dapat membuat pusing bagi jajaran yang ada di bawah. Maka dari itu, untuk kebaikan dunia pendidikan, tentunya diperlukan perubahan yang berencana dan sistematis.

Nadjib membandingkan, jauhnya ketertinggalan pendidikan di Indonesia dengan negeri luar seperti Kanada.

"Di sana (Kanada) sudah terencana, muridnya ada 2.500 siswa, gedung seperti Stadion. Apapun yang mereka butuhkan, gedung bisa disulap sesuai dengan keinginan," katanya.

Kalau seperti itu, mungkin seminggu anak-anak tidak pulang ke rumah pun betah, karena merasa asik.

"Pertanyaan saya, bisa tidak kita seperti itu," katanya. (Antara)

REKOMENDASI

TERKINI