Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak menyoal langkah tim hukum Partai Gerindra melakukan pendaftaran intervensi (permohonan menjadi pihak terkait) ke Mahkamah Konstitusi dalam perkara uji materi Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 yang diajukan Ahok. Pasal yang digugat Ahok agar diubah ialah mengenai aturan diwajibkannya calon petahana mengambil cuti selama masa kampanye.
"Nggak apa-apa. Makanya waktu dibawa ke MK akhirnya konstitusi diperdebatkan dengan ahli-ahli tata negara," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (9/8/2016).
Sikap Ahok sekarang yang berbeda dengan ketika mengikuti pilkada Jakarta tahun 2012, belakangan ini dipermasalahkan oleh sejumlah kalangan. Dulu, Ahok sepakat calon gubernur incumbent mengambil cuti kampanye. Ahok mengakui memang sikapnya beda karena situasinya juga beda.
"Buat saya kan jadi jelas. Karena beda lho. Kalau dulu kampanye kan cuti. Benar. Kalau ini kan dia (UU) paksa anda cuti sampai kehilangan hampir empat bulan," ujarnya.
Argumentasi Ahok kalau nanti mengambil cuti dan ternyata pilkada berlangsung satu putaran, berarti dia harus cuti sangat lama.
"Ini DKI kan 50 persen plus satu, kalau ada tiga pasang, kalau sampai dua putaran, berarti saya mesti cuti lagi dong. Dua bulan lagi. Masa enam bulan saya habis," kata Ahok.
"Terus saya kerja apa dong enam bulan? Sedangkan masa jabatan saya tinggal Oktober 2017. Nah itu yang saya minta diuji," Ahok menambahkan.
Advokat Cinta Tanah Air yang di dalamnya ada Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengintervensi gugatan Ahok yang mengajukan uji materiil terhadap UU MK, kemarin.
Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada menyebutkan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye, harus menjalani cuti di luar tanggungan negara dan larangan menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Habiburokhman mengatakan uji materi terhadap Pasal 70 harus ditolak hakim konstitusi. Habiburokhman curiga motif Ahok menggugat pasal tersebut lantaran tidak siap maju ke pilkada periode kedua secara fair.
Habiburokhman mengatakan inti Pasal 70 ayat (3) tersebut adalah keharusan cuti dan larangan memanfaatkan fasilitas negara bagi petahana selama masa kampanye. Ketentuan tersebut merupakan perbaikan dari UU sebelumnya dimana petahana hanya diharuskan cuti pada saat secara fisik mengikuti kampanye. Faktanya, UU yang lama sangat lemah dalam menindak petahana nakal. Banyak petahana yang mempraktikkan cuti on off yaitu cuti hanya pada hari ia ikut kampanye rapat terbuka lalu kembali aktif sebagai kepala daerah aktif keesokan harinya.
Habiburokhman menambahkan yang sering terjadi dengan UU yang lama, petahana menggunakan jabatan untuk menghadiri berbagai seremoni setiap hari sehingga selalu muncul di media massa, semantara pasangan lawan terikat jadwal kampanye sehingga tidak bisa setiap waktu tampil di media. Kondisi ini dianggap tidak adil.
"Yang juga berbahaya adalah sulitnya mengontrol petahana yang menggunakan pengaruh jabatannya untuk mengkondisikan kemenenangan secara curang. Petahana bisa saja memobilisasi birokrasi dan bahkan menyimpangkan anggaran," kata Habiburokhman.