Suara.com - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto tidak mempermasalahkan posko pengaduan yang dibentuk Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan untuk menampung laporan masyarakat yang menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi dalam kasus peredaran narkoba.
"Iya nggak apa-apa," kata Agus di gedung Humas Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2016).
Agus Rianto mendukung masyarakat melaporkan semua kasus kriminal yang melibatkan anggota polisi, asalkan disertai bukti sehingga bisa ditindaklanjuti.
"Polisi tidak alergi dikoreksi, polisi tidak resisten dikritik, tapi berdasarkan fakta, intinya di situ. Jadi tidak berdasarkan angan-angan, tidak berdasarkan menurut saya, kan gitu. Harus fakta. Kalau ada masyarakat yang dikecewakan oleh polisi, ada propam, ada inspektorat, mulai dari polda, Mabes Polri ada dan kita tindaklanjuti," kata dia.
Lebih jauh, Agus mengaku penasaran dengan aksi Kontras, terutama setelah nanti ada yang mengadu, lalu bagaimana tindaklanjutnya. Soalnya, Kontras tidak memiliki kewenangan untuk menindak.
"Terus nanti kalau pengaduan udah diterima (Kontras), yang mau tindaklanjuti siapa. Emangnya bisa (Kontras) memproses anggota yang bermasalah?" kata dia.
"Kalau ada lembaga di luar itu, ya nggak bisa. Apalagi ini (Kontras) yang notabene di luar Polri," Agus menambahkan.
Aksi Kontras dilakukan setelah Haris dipolisikan tiga institusi, TNI, BNN, dan Polri. Berawal dari tulisan Haris yang tersebar di media sosial tentang dugaan keterlibatan pejabat penegak hukum dalam bisnis narkoba berdasarkan hasil wawancara dengan terpidana mati Freddy Budiman yang kemudian dianggap mencemarkan nama baik dan fitnah ketiga institusi. Haris dilaporkan dengan UU ITE.