Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan suap raperda reklamasi Teluk Utara Jakarta yang telah menjerat mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan anak buahnya, Trinanda Prihantoro. Pada sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi, hari ini, jaksa penuntut umum KPK membacakan BAP Direktur Utama PT. Kapuk Naga Indah Budi Nurwono. Dari BAP terungkap, pimpinan DPRD DKI meminta uang senilai Rp50 miliar kepada Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan.
"Untuk percepatan agar menyiapkan Rp50 miliar. Aguan menyanggupi untuk anggota DPRD, lalu Aguan bersalaman dengan semua yang hadir," kata jaksa Ali Fikri saat membacakan BAP Budi Nurwono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Dalam BAP Nomor 18, Budi menyebutkan adanya pertemuan di kediaman Aguan di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, pada Januari 2016. Pertemuan tersebut dihadiri Ariesman, anggota DPRD DKI (mantan) Mohamad Sanusi, dan sejumlah anggota DPRD.
Salah satu pembahasan dalam pertemuan itu soal percepatan pengesahan raperda reklamasi Pantai Utara melalui rapat paripurna DPRD DKI. Namun, berdasar BAP Nomor 97, Budi tidak mengenali siapa orang yang meminta langsung uang sebesar Rp50 miliar kepada Aguan.
"Sudah dikasih atau belum, saya tidak tahu," kata Ali saat membacakan BAP Budi.
Budi sudah tiga kali tidak hadir ke persidangan terdakwa Ariesman dan Trinanda. Alasannya tengah berada di Singapura untuk berobat.
Budi membantah keterangan dalam BAP nomor 18 dan 97. Bantahan disampaikan Budi lewat surat pencabutan keterangan yang kemudian surat dibacakan jaksa.
Budi beralasan keterangan yang dimaksud soal pertemuan di rumah Aguan dan permintaan uang tidak benar. Budi mengaku tidak pernah mengikuti pertemuan di Pantai Indah Kapuk dan tidak mengetahui adanya permintaan uang.
"Saya tidak mau fitnah dan merusak citra orang lain. Saya sedang sakit dan saya takut menimbulkan dosa," kata jaksa saat membacakan surat pencabutan keterangan Budi yang dikirim ke KPK.
Seperti diketahui, Jaksa mendakwa Ariesman menyuap Sanusi sebesar Rp2 miliar. Uang itu diberikan agar Sanusi mengakomodir pasai-pasal yang tercantum dalam raperda reklamasi sesuai dengan keinginan Ariesman, termasuk pasal soal tambahan kontribusi.
Terkait pasal tambahan kontribusi, awalnya Ariesman menginginkan agar tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual, dihilangkan. Namun, Sanusi tak bisa menyanggupinya.
Ariesman kemudian menjanjikan uang Rp2,5 miliar kepada Sanusi dengan tujuan agar tambahan kontribusi dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. Sanusi pun setuju dan menerima uang Rp2 miliar dari Rp 2,5 miliar yang dijanjikan.
Atas perbuatannya, Ariesman didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) kesatu jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Untuk percepatan agar menyiapkan Rp50 miliar. Aguan menyanggupi untuk anggota DPRD, lalu Aguan bersalaman dengan semua yang hadir," kata jaksa Ali Fikri saat membacakan BAP Budi Nurwono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Dalam BAP Nomor 18, Budi menyebutkan adanya pertemuan di kediaman Aguan di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, pada Januari 2016. Pertemuan tersebut dihadiri Ariesman, anggota DPRD DKI (mantan) Mohamad Sanusi, dan sejumlah anggota DPRD.
Salah satu pembahasan dalam pertemuan itu soal percepatan pengesahan raperda reklamasi Pantai Utara melalui rapat paripurna DPRD DKI. Namun, berdasar BAP Nomor 97, Budi tidak mengenali siapa orang yang meminta langsung uang sebesar Rp50 miliar kepada Aguan.
"Sudah dikasih atau belum, saya tidak tahu," kata Ali saat membacakan BAP Budi.
Budi sudah tiga kali tidak hadir ke persidangan terdakwa Ariesman dan Trinanda. Alasannya tengah berada di Singapura untuk berobat.
Budi membantah keterangan dalam BAP nomor 18 dan 97. Bantahan disampaikan Budi lewat surat pencabutan keterangan yang kemudian surat dibacakan jaksa.
Budi beralasan keterangan yang dimaksud soal pertemuan di rumah Aguan dan permintaan uang tidak benar. Budi mengaku tidak pernah mengikuti pertemuan di Pantai Indah Kapuk dan tidak mengetahui adanya permintaan uang.
"Saya tidak mau fitnah dan merusak citra orang lain. Saya sedang sakit dan saya takut menimbulkan dosa," kata jaksa saat membacakan surat pencabutan keterangan Budi yang dikirim ke KPK.
Seperti diketahui, Jaksa mendakwa Ariesman menyuap Sanusi sebesar Rp2 miliar. Uang itu diberikan agar Sanusi mengakomodir pasai-pasal yang tercantum dalam raperda reklamasi sesuai dengan keinginan Ariesman, termasuk pasal soal tambahan kontribusi.
Terkait pasal tambahan kontribusi, awalnya Ariesman menginginkan agar tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual, dihilangkan. Namun, Sanusi tak bisa menyanggupinya.
Ariesman kemudian menjanjikan uang Rp2,5 miliar kepada Sanusi dengan tujuan agar tambahan kontribusi dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. Sanusi pun setuju dan menerima uang Rp2 miliar dari Rp 2,5 miliar yang dijanjikan.
Atas perbuatannya, Ariesman didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) kesatu jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.