Suara.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menganggap wajar pelaporan pelanggaran pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik oleh TNI dan BNN kepada Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar.
Laporan polisi yang dialamatkan kepada Haris Azhar menyangkut tulisannya tentang dugaan keterlibatan pejabat penegak hukum di bisnis narkoba berdasarkan wawancara dengan terpidana kasus narkoba yang telah dieksekusi mati, Freddy Budiman, yang dianggap merugikan citra TNI dan BNN sebagai institusi penegak hukum.
"UU ITE itu kan tidak boleh sembarangan mengeluarkan informasi yang belum tentu benar. Itu yang dilaporkan oleh BNN dan TNI, Polri juga akan (ikut melaporkan)," kata Tito saat ditemui di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Dalam tulisan Haris Azhar yang berjudul Cerita Busuk dari Seorang Bandit: Kesaksian Bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)," Freddy mengatakan pernah memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum di Indonesia untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua," kata Freddy seperti dikutip dari laman FB Kontras.
Menurut keterangan Freddy identitas oknum penegak hukum yang terlibat dalam operasi bisnis haramnya telah ditulis dalam pledoi kasusnya dan disampaikan dalam persidangan.
Namun, saat data pledoi tersebut diperiksa dan ditambah dengan keterangan pengacara Freddy, penyelidik kepolisian tidak menemukan bukti yang dapat mengonfirmasi kebenaran tulisan Haris.
"Sebaiknya Haris Azhar sebelum menyampaikan (informasi) ke publik, cross check dahululah, kalau benar-benar didukung sumber informasi yang lain baru oke," kata Tito.
Menurut Kapolri informasi dalam tulisan Haris sulit dibuktikan kebenarannya karena bersumber dari Freddy yang terlibat beberapa kasus pidana sehingga kredibilitasnya sebagai sumber informasi belum tentu konsisten.
"Kedua, informasi yang diberikan juga belum dikonfirmasi ke sumber lain. Nilainya kalau menurut bahasa intelijen itu F6 yaitu sumbernya diragukan, orang yang tidak dipercaya, dan informasinya belum dikonformasi ke orang lain," kata Tito.