Suara.com - LSM hak asasi manusia (HAM), KontraS perlu kerjasama dengan Polri untuk mengungkap aliran dana suap gembong narkoba Freddy Budiman ke sejumlah pejabat dan institusi negara. Saat ini Freddy sudah tewas dalam eksekusi mati di LP Nusakambangan.
Masukan itu disampaikan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem Teuku Taufiqulhadi. Dia menjelaskan pengakuan Freddy dalam pesan berantai Koordinator KontraS, Haris Azhar masih sebatas informasi, bukan fakta.
"Harus diketahui dulu bahwa publikasi KontraS itu kan baru sebatas informasi. Apakah informasi itu valid, kan masih membutuhkan pendalaman," kata Taufiq kepada Suara.com, di Jakarta, Selasa (2/8/2016).
Jika penulusuran dilakukan dengan baik, ada kemungkinan Polri akan menemukan jaringan narkoba lainnya, yang bisa jadi adalah oknum aparat sendiri seperti yang diceritakan Haris dalam pesan berantainya.
"Saya harap Polri mendalami informasi ini. Sehingga dapat mengungkap jaringan yang lebih luas," ujar Taufiq.
"Lebih baik KontraS koordinasi dengan Polri. Kontras dapat memberikan informasi yang nantinya akan didalami Polri," tutur Taufiq.
Sebelumnya, sesaat sebelum bandar narkoba Freddy Budiman menjalani eksekusi mati, Jumat (29/7/2016) dinihari, Haris menyebarkan pesan yang berisi cerita Freddy kepadanya pada tahun 2014 yang lalu.
Dalam pesan tersebut, Haris menuliskan bahwa Freddy menuntut keadilan hukum yang ditimpakan kepadanya. Freddy mengakui bahwa dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia, ia dibantu oleh aparat dari Polri, TNI dan BNN.
Menurut Haris, Freddy juga mengakui bahwa dia sudah menggelontorkan uang yang nilainya hingga ratusan miliar untuk oknum aparat. Selain itu, kepada Haris, Freddy juga mengakui bahwa dia pernah membawa tumpukan narkoba dengan menggunakan mobil oknum aparat dari Lampung ke Jakarta, sementara oknum aparat tersebut mendampinginya.