Suara.com - Kejaksaan Agung dinilai aneh dalam menerapkan hukum mati gelombang ketiga. Pasalnya, dari 14 terpidana, hanya empat orang dieksekusi. Sementara 10 orang lagi dikembalikan ke tahanan.
"Memang saya kira pihak kejaksaan juga cukup aneh. Melakukan pilihan-pilihan untuk eksekusi ini, ada apa ini kan menjadi tanda tanya juga di kalangan masyarakat," kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/8/2016).
Keempat terpidana yaitu Freddy Budiman asal Indonesia, kemudian tiga warga asal Nigeria: Seck Osmane, Michael Titus Igweh, dan Humphrey Ejike.
Fadli meminta Jaksa Agung M. Prasetyo memberikan penjelasan kepada publik mengenai kenapa hanya memilih empat terpidana.
"Sebetulnya ada latar belakang apa? Kenapa juga yang dipilih adalah orang-orang itu, kenapa tidak yang lain? Ini kan sebetulnya harus ada penjelasan," ujar Fadli.
Fadli menambahkan penjelasan kejaksaan itu sangat penting agar publik mendapatkan informasi yang utuh.
"Jadi penjelasan ke publik ini menjadi sangat penting, karena kalau tidak, orang akan berspekulasi. Ada apa?" tutur Fadli.
Menurut Fadli penundaan hukuman mati bisa saja terjadi karena adanya permintaan khusus dari negara asal terpidana.
"Kecuali, kalau memang misalnya ada permintaan dari negara-negara sahabat, itu akan berbeda ceritanya. Saya kira itu patut untuk diperhitungkan, dalam arti bukan mengurangi hukuman," tutur Fadli.
"Tetapi persoalan hukuman mati, kan memang ada permintaan permintaan. Pada waktu itu kan ada juga dari Australia, dari Prancis, dari negara-negara yang merupakan sahabat kita juga dalam hal diplomatik dan lain-lain," Fadli menambahkan.