Suara.com - "Di sini ada ribuan mahasiswa, karena itu kami tidak tahu mereka secara detail, kecuali mereka yang paling berprestasi atau mereka yang sangat nakal," ucap Kepala Bagian Akademik FK Unair Dr dr Gadis Meinar Sari, M.Kes.
Pernyataan itu dikemukakan Gadis Meinar pada 2015 ketika menerima kedatangan tamu dari Detasemen Khusus 88/Antiteror Polri untuk menanyakan mahasiswa FK Unair yang diduga terkait dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Oleh karena itu, ketika aparat Densus menyodorkan nama Zefrizal Nanda Mardani sebagai mahasiswa yang pergi ke Syria bersama istrinya yang juga dari Unair guna bergabung dengan ISIS, maka pihak Unair perlu membongkar arsip.
"Dari arsip yang ada, kami membenarkan kalau Zefrizal yang disebut-sebut pernah menyabet medali emas olimpiade astronomi di Ukraina pada 2007 itu merupakan mahasiswa Unair, tapi prestasi akademiknya tidak terlalu menonjol," katanya.
Ya, pria kelahiran Trenggalek pada 30 Desember 1993 itu sudah sejak 2014 atau selama dua semester tidak kelihatan di kampusnya, namun pihak kampus juga tidak mengetahui kemana dia pergi, hingga akhirnya aparat Densus mendatangi kampusnya.
Bahkan, Rektor Unair Prof Nasih justru mendapat informasi bila Zefrizal itu sudah keluar dari kampus. "Saya sih tidak tahu pastinya, tapi syukurlah kalau dia (Zefrizal) keluar. Itu artinya iklim pendidikan di Unair tidak nyaman bagi orang-orang yang memiliki basis dan pemikiran radikal," ujarnya.
Nasih pun menjamin bila Zefrizal tidak mendapatkan pemikiran radikal dari lingkungan FK Unair. "Pengaruh ISIS itu justru dia dapat dari baca-baca di internet, tidak langsung kontak dengan lingkungan sekitar," kata Nasih.
Kendati demikian, Prof Nasih menegaskan bahwa pengalaman Zefrizal akan menjadi catatan khusus bagi Unair untuk mendeteksi pemikiran mahasiswa yang radikal atau agak keras.
"Kalau ada yang radikal, sudah tidak ada kompensasi lagi. Pasti akan kami keluarkan," katanya, didampingi Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair Dr Suko Widodo.
Selain itu, pihaknya akan berusaha memblokir link radikal yang berseliweran di arena kampus perjuangan itu. "Banyak UKM dan berbagai kegiatan penyaluran minat dan bakat mahasiswa yang mengeliminasi radikalisasi di kampus," katanya.
Namun, mungkin saja radikalisasi yang diawasi secara ketat itu justru "menyapa" mahasiswa di tempat kos. "Karena itu, orang tua harus sering menjalin komunikasi dengan anaknya untuk mendeteksi perkembangan dari waktu ke waktu," katanya.
Hal itu juga diakui Gadis Meinar Sari, dari Bagian Akademik FK Unair. "Kami tidak tahu aktivitas mahasiswa di luar kampus, apakah HMI, GMNI, PMII, atau kelompok pengajian, karena mereka sudah dewasa, jadi kami hanya berkepentingan dengan aspek akademik," katanya.
Khusus istri Zefrizal yang diduga terduga ISIS di Fakultas Saintek Unair pun tidak tahu dan kebenarannya hanya diketahui dari Densus.
"Kami tahunya hanya Zefrizal, tapi kami diberitahu Densus tentang istri Zefrizal yang kuliah di Fakultas Saintek Unair itu. Kami sendiri tidak tahu, mungkin pihak Fakultas Saintek yang tahu," katanya.
Otomatis DO Kendati tidak tahu menahu dengan Zefrizal dan istrinya dalam kaitan dengan ISIS, Bagian Akademik FK Unair sebenarnya sedang memproses DO (drop out) untuk Zefrizal.
"Selasa (26/7) malam, ada temannya bernama Donny Putranto yang tanya kebenaran informasi bahwa Zefrizal sudah dinyatakan DO (drop out) dari FK Unair. Saya jawab bahwa berita itu tidak benar," katanya.
Sesuai peraturan Unair, Zefrizal memang sudah otomatis terkena sanksi DO, karena sudah dua semester berturut-turut tidak aktif kuliah dan membayar biaya studi, namun keputusan resmi untuk sanksi DO itu datang dari pihak universitas.
"Kami sudah melapor, tapi belum ada keputusan universitas, jadi Zefrizal memang sedang proses DO, karena kami sudah mengusulkan, namun keputusan resminya masih menunggu surat dari Rektor. Itu prosedurnya," katanya.
Pihaknya juga sudah menempuh prosedur DO, yakni sudah tiga kali melayangkan surat peringatan kepada orang tua Zefrizal, namun tidak ada jawaban. "Karena itu, kami mengusulkan sanksi DO kepada pihak universitas, namun belum turun," katanya.
Ditanya pelajaran agama yang mengarah pada radikalisme di kampus, ia mengatakan pihaknya memang memberikan pelajaran agama, namun pelajaran agama yang diberikan itu terkait profesi.
"Misalnya, hukum anestesi dalam pandangan Islam, Hindu, Kristen, Budha, dan sebagainya," katanya.
Pandangan senada juga datang dari Direktur Akademik Unair Prof Dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih.
"Dia masuk ke fakultas prestise itu lewat jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau jalur prestasi pada tahun ajaran 2012/2013," kata Prof Nyoman Tri Puspaningsih.
Namun, selama dua semester terakhir, yakni ganjil dan genap 2015/2016, atau setahun ini Zefrizal belum melakukan registrasi ulang, sehingga pembayaran tunggakan mundur dua semester.
"Kami dari pihak FK dan akademik Unair sudah menghubungi orang tua dan anaknya, baik lewat telepon maupun SMS, termasuk berkirim surat ke rumahnya di Trenggalek, tapi tidak ada tanggapan," kata Nyoman.
"SMS terakhir kepada Zefrizal pada 27 Oktober 2015," katanya.
Dari histori akademik mahasiswa, Zefrizal termasuk jenius dan cerdas. Pada awal masuk kuliah, Indeks Prestasi Komulatif (IPK) Zefrizal mencapai 3,58 dan IPK di atas 3,00 itu bertahan hingga dua tahun pertama.
Namun, memasuki tahun ketiga pada semester ganjil, IPK-nya hanya 2,96. "Terakhir pada semester genap 2014/2015, IPK-nya 2,2 dan tidak ada lagi kabar kuliahnya hingga akhirnya dicari-cari oleh pihak Densus 88," katanya.
Agaknya, cara ISIS masuk kampus memang tidak menampakkan aktivitas di kampus, melainkan lewat pemikiran terkait pemahaman yang sempit dan sikap anti-Barat. (Antara)