Suara.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mendesak Presiden Joko Widodo agar segera memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian mendalami "Catatan Seorang Bandit" yang ditulis berdasarkan cerita terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman.
"Tetapi juga ada pertanyaan kalau misalnya informasi saya tidak di tindak lanjuti. Juga informasi saya yang sudah samapaikan itu juga dianggap tidak cukup secara hukum, tetapi besok hari narkoba masih beredar, maka jangan salahkan saya kalau publik tambah marah dan kalau masyarakat tidak percaya dengan aparat penegak hukum," kata Haris di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).
Cerita yang diungkap Freddy, kata Harris, sebagai gerbang agar Presiden Jokowi bisa menindak tegas oknum penegak hukum yang diduga ikut mengamankan bisnis narkoba yang dijalani Freddy. Hal ini, menurutnya agar publik bisa menilai keberanian Jokowi untuk mengusut dugaan keterlibatan para oknum penegak hukum yang disebutkan terpidana yang telah dieksekusi mati di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah pada Jumat (29/7/2016) lalu.
"Saya pikir Jokowi sebagai Presiden tidak usah melindungi, tidak usah berkelit di balik misalnya bilang, wah itu pernyataan, Haris lemah, itu petunjuk. Buat saya bukan di situ masalahnya. Lihat lah masalah narkoba kenapa dia bisa luas. Baiknya informasi bisa digunakan, untuk membongkar lebih jauh aspek yg mau dicari," lanjutnya.
"Ada banyak petunjuk yang masih bisa digunakan, bisa dicari untuk membongkar atau memperkuat argumentasi saya jadi menurut saya ini soal rajin atau males, untuk mau membongkar," ujar Harris lagi.
Diakui Harris, dirinya merasa memiliki beban moral terkait informasi yang telah diberikan Freddy saat bertemu di Lapas Nusakambangan pada tahun 2014 silam.
"Saya tidak ada motif apapun, saya hanya mau membongkar, apa informasi yang sudah saya dapat. Buat saya, itu beban, buat apa dan ngapain saya simpan dua tahun informasi dari Freddy Budiman. Saya secara pribadi ada beban juga 2 tahun," kata dia.
Sebelumnya, Haris Azhar mengungkap soal tulisannya yang menyebutkan keterlibatan oknum BNN, Kepolisan dan TNI dalam peredaran narkoba baru dimuat setelah Freddy Budiman, terpidana mati kasus narkoba dieksekusi mati pada Jumat (29/7/2016) dini hari.
Tulisan itu diberi judul 'Cerita Busuk dari Seorang Bandit'
"Kenapa baru sekarang bicara. Kalau saya bela diri saya bilang begini secara alur kita sempat telusuri makan waktu 4-5 bulan," kata Haris di Kantor KontraS, Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2016) malam.
Haris menjelaskan, dirinya bertemu dengan Freddy pada tahun 2014 di Lapas Nusakambangan ketika ia menjadi pembicara tentang pendidikan HAM setelah diundang oleh organisasi gereja.
Melalui undangan gereja itu, Haris mendapat kesempatan bertemu dengan sejumlah narapidana dari kasus teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati. Antara lain saya bertemu dengan John Refra alias John Kei, juga Freddy Budiman, terpidana mati kasus Narkoba. Kemudian saya juga sempat bertemu Rodrigo Gularte, narapidana WN Brasil yang dieksekusi pada gelombang kedua (April 2015).