Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil menilai pemerintah banyak melakukan pelanggaran terkait eksekusi Jilid III terhadap keempat terpidana mati di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah, Jumat (29/7/2016).
Munurut koordinator YLBHI Julius Ibrani, tiga terpidana mati yakni Sack osmane, Humprey Jefferson dan Freddy Budiman sebelumnya telah mengajukan permohonan grasi kepada pemerintah. Namun, kata dia, pemerintah tidak mengindahkan Pasal 13 UU Grasi yang melarang eksekusi dilakukan dalam hal terpidana mati sedang mengajukan grasi dan putusan MK No. 107/PUU-XIII2015.
"Pelanggaran proses yang begitu nyata. Pemerintah melanggar setidaknya satu undang-undang dan satu putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pemerintah tetap melakukan eksekusi terpidana mati yang jelas-jelas dilindungi dalam Pasal 13 UU Grasi. Tiga terpidana mati, Sack osmane, Humprey dan Freddy Budiman sedang dalam proses permohonan grasi pada saat dieksekusi," kata Julius dalam konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).
Lebih lanjut, Julius menilai pemerintah terkesan tertutup soal informasi eksekusi mati kepada pihak keluarga dan kuasa hukum para terpidana.
"Hal ini mengakibatkan hak para terpidana mati tidak ada di list terpidana mati yang pasti sampai eksekusi, sehingga para terpidana mati siap dalam tidak melakukan upaya hukum yang masih tersedia," kata dia.
Selain itu, menurutnya pemerintah melanggar ketentuan UU tentang notifikasi yang mengisyaratkan eksekusi dilakukan 3x24 jam.
"Para terpidana mati diberikan pada tanggal 26 Juli malam sehingga eksekusi seharusnya dilakukan pada tanggal 29 Juli malam hari. Nyatanya, eksekusi dilakukan pada tanggal 29 Juli dini hari," lanjutnya.
Ditambahkan Julius, jika ada indikasi penggelembungan anggaran terhadap eksekusi mati jilid III yang mencapai Rp7 miliar.
"Membengkaknya anggaran terpidana mati yang mencapai 7 miliar rupiah, namun diberitakan sudah habis digunakan padahal kegiatan belum selesai, ini dipastikan terbuang sia-sia. Hal ini mengkonfirmasi kecurigaan kami bahwa anggaran eksekusi mati memang rawan pelanggaran dan penyelewangan diakibatkan kesengajaan-kesengajaan kesalahan prosedur seperti eksekusi gelombang ke-3 ini bisa saja terjadi," kata dia.
Atas adanya kesalahan dan keganjilan dalam eksekusi mati tersebut, maka Koalisi Masyarakat Sipil melayangkan lima tuntutan kepada pemerintah, yakni sebagai berikut:
1. Meminta Presiden dan Jaksa Agung untuk bertanggungjawab atas pelanggaran UU Grasi dan putusan MK No. 107/PUU XIII/2015;
2. Mendesak Presiden untuk membentuk Tim Independen guna melakukan peninjauan dan penelitian terhadap seluruh kasus-kasus terpidana mati akibat masih maraknya peradilan sesat yang tidak sesuai dengan prinsip fair trial(Peradilan yang bersih adil);
3. Mendesak Presiden untuk mengambil langkah-langkah Moratorium Eksekusi Terpidana Mati kondisi hukum yang tidak dapat menjamin eksekusi mati berikutnya tidak didasarkan atas peradilan sesat yang sesuai dengan prinsip adanya Presiden trial(Peradilan yang bersih dan adil);
4. untuk menelaah dan mengkaji secara serius permohonan p terpidana mati, atas pertimbangan itu meminta Presiden Grasi sebagai komitmen atas penegakan hukum dan hak asasi untuk menerima Grasi para terpidana mati manusia(HAM)
5. Meminta Presiden untuk segera mencopot Jaksa Agung atas kinerja buruk dan kesalahan fatal dalam kinerja atas instruksi menjalankan eksekusi mati ilegal pada keempat terpidana mati.