Kejanggalan Eksekusi Mati Jilid III di Nusakambangan

Minggu, 31 Juli 2016 | 16:14 WIB
Kejanggalan Eksekusi Mati Jilid III di Nusakambangan
Persiapan eksekusi hukuman mati di LP Nusakambangan, Jawa Tengah, Rabu (27/7/2016). [Antara/Idhad Zakaria]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil menilai pemerintah banyak melakukan pelanggaran terkait eksekusi Jilid III terhadap keempat terpidana mati di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah, Jumat (29/7/2016).

Munurut koordinator YLBHI Julius Ibrani, tiga terpidana mati yakni Sack osmane, Humprey Jefferson dan Freddy Budiman sebelumnya telah mengajukan permohonan grasi kepada pemerintah. Namun, kata dia, pemerintah tidak mengindahkan Pasal 13 UU Grasi yang melarang eksekusi dilakukan dalam hal terpidana mati sedang mengajukan grasi dan putusan MK No. 107/PUU-XIII2015.

"Pelanggaran proses yang begitu nyata. Pemerintah melanggar setidaknya satu undang-undang dan satu putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pemerintah tetap melakukan eksekusi terpidana mati yang jelas-jelas dilindungi dalam Pasal 13 UU Grasi. Tiga terpidana mati, Sack osmane, Humprey dan Freddy Budiman sedang dalam proses permohonan grasi pada saat dieksekusi," kata Julius dalam konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).

Lebih lanjut, Julius menilai pemerintah terkesan tertutup soal informasi eksekusi mati kepada pihak keluarga dan kuasa hukum para terpidana.

"Hal ini mengakibatkan hak para terpidana mati tidak ada di list terpidana mati yang pasti sampai eksekusi, sehingga para terpidana mati siap dalam tidak melakukan upaya hukum yang masih tersedia," kata dia.

Selain itu, menurutnya pemerintah melanggar ketentuan UU tentang notifikasi yang mengisyaratkan eksekusi dilakukan 3x24 jam.

"Para terpidana mati diberikan pada tanggal 26 Juli malam sehingga eksekusi seharusnya dilakukan pada tanggal 29 Juli malam hari. Nyatanya, eksekusi dilakukan pada tanggal 29 Juli dini hari," lanjutnya.

Ditambahkan Julius, jika ada indikasi penggelembungan anggaran terhadap eksekusi mati jilid III yang mencapai Rp7 miliar.

"Membengkaknya anggaran terpidana mati yang mencapai 7 miliar rupiah, namun diberitakan sudah habis digunakan padahal kegiatan belum selesai, ini dipastikan terbuang sia-sia. Hal ini mengkonfirmasi kecurigaan kami bahwa anggaran eksekusi mati memang rawan pelanggaran dan penyelewangan diakibatkan kesengajaan-kesengajaan kesalahan prosedur seperti eksekusi gelombang ke-3 ini bisa saja terjadi," kata dia.

Atas adanya kesalahan dan keganjilan dalam eksekusi mati tersebut, maka Koalisi Masyarakat Sipil melayangkan lima tuntutan kepada pemerintah, yakni sebagai berikut:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI