Suara.com - Kesedihan masih tampak di raut wajah Biarawati Rina. Dia adalah pendamping rohani Seck Osmane, terpidana mati kasus narkoba yang dieksekusi di Nusakambangan, Jawa Tengah pada Jumat (29/7/2016) dini hari tadi.
Sorot matanya terlihat sayu karena kelelahan. Namun Rina masih setia menemani tubuh kaku Seck yang sudah dimasukkan ke dalam peti di di Rumah Sakit ST Carolus, Jakarta Pusat pada Jumat sore.
Kepada suara.com, Rina mengaku mulai mendampingi Seck sejak sejak warga negara Nigeria itu dipindahkan ke penjara Nusakambangan sebagai terpidana mati kasus narkoba. Sampai Seck mau menemui ajal, dia masih setia menemani.
Rina mengaku terguncang saat detik-detik eksekusi dimulai. Batinnya bergejolak, tak terima atas mencabut nyawa seorang manusia.
"Seck Osmane nomor terakhir yang disebut, dia nomor 11. Kalau nggak salah petugas sebut nomor 6, 7, 9 dan 11, dan Osmane ini nomoe 11. Tapi eksekusi bagi saya sebagai pendamping rohani sangat tidak nyaman," kata Rina.
Rina menuturkan, malam itu dia diminta oleh petugas untuk menemaninya menjemput Seck di ruang isolasi. Selama ini dia tak pernah diberi izin menemui Seck di ruang isolasi.
"Tiba-tiba malam tadi diminta untuk menemani ke ruang isolasi menjemput Osmane. Ibarat seorang malaikat penjemput maut datang," ujarnya.
Rina masih ingat betul bagaimana suasana malam terakhir Seck kala itu. Meskipun diguyur hujan, eksekusi kata dia, tetap dilakukan.
"Saya basah kuyup. Saya mendampingi dia sampai akhir," ucapnya.
Rina adalah satu-satunya 'sahabat' yang mendampingi Seck sebelum ajal menjemput. Sang adik sempat bertemu Seck di ruang isolasi, beberapa jam sebelum eksekusi dilakukan.
Seck lanjut Rina, mulai menempati ruang isolasi pada Senin (25/7/2016). Adapun pemberitahuan baru disampaikan sehari kemudian.
Sebelum dieksekusi mati, Seck punya satu permintaan, yakni dimakamkan di Nigeria. Menurut Rina, jenazah akan diterbangkan ke sana pada Senin pekan depan.
Seck Osmane dijatuhi hukuman mati pada 2004 lalu atas tuduhan menyimpan dan mengedarkan 2,4 kilogram heroin.
Dia ditangkap setelah polisi menemukan barang haram teresebut di kamar kosnya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada 2003 lalu.
Seck sempat beberapa kali mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonisnya namun selalu ditolak. Hingga akhirnya, perjalanan hidup Seck berakhir di tanah lapangan tembak Nusakambangan.