Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar menerangkan soal tulisannya yang menyebutkan keterlibatan oknum BNN, Kepolisan dan TNI dalam peredaran narkoba baru dimuat setelah Freddy Budiman, terpidana mati kasus narkoba dieksekusi mati pada Jumat (29/7/2016) dini hari.
Tulisan itu diberi judul 'Cerita Busuk dari Seorang Bandit'
"Kenapa baru sekarang bicara. Kalau saya bela diri saya bilang begini secara alur kita sempat telusuri makan waktu 4-5 bulan," kata Haris di Kantor KontraS, Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2016) malam.
Haris menjelaskan, dirinya bertemu dengan Freddy pada tahun 2014 di Lapas Nusakambangan ketika ia menjadi pembicara tentang pendidikan HAM setelah diundang oleh organisasi gereja.
Melalui undangan gereja itu, Haris mendapat kesempatan bertemu dengan sejumlah narapidana dari kasus teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati. Antara lain saya bertemu dengan John Refra alias John Kei, juga Freddy Budiman, terpidana mati kasus Narkoba. Kemudian saya juga sempat bertemu Rodrigo Gularte, narapidana WN Brasil yang dieksekusi pada gelombang kedua (April 2015).
Saya patut berterima kasih pada Bapak Sitinjak, Kepala Lapas NK (saat itu), yang memberikan kesempatan bisa berbicara dengannya dan bertukar pikiran soal kerja-kerjanya.
"Saya ketemu Freddy di tengah kampanye yang panas. Bicara sama SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika itu) nggak ada gunanya," kata Haris.
Setelah Joko Widodo terpilih menjadi presiden RI ada konflik antara KPK dengan Kepolisian. Sehingga membuat jarak antara Kontras dengan polisi dan Jokowi.
"Nggak lama itu rame KPK BW (Bambang Widjojanto) dikrimnalkan. Dan jujur ada jarak antara kontras dengan polisi maupin Jokowi," ujarnya.
"Kita saat itu nggak mau gegabah, karena yang kita sebut institusi yang cukup punya kekuatan politik, punya uang, yang bikin UU, jadi kita pikir nggak bakalan ngefek (kalau lapor saat itu)," Haris menambahkan.