Istri dari Michael Titus Igweh, Felecia, mengikhlaskan kepergian suaminya yang dieksekusi mati oleh pemerintah di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat dini hari (29/7/2016).
"Saya ikhlas dan saya terima kematian suami saya. Ini mungkin sudah jalan saya," ujar Felecia di Rumah Duka Bandengan, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Mengenakan pakaian serba hitam, Felicia tiba sekitar pukul 20.25 WIB di Rumah Duka Bandengan, Jakarta, Jumat malam. Sambil menutupi mukanya dengan syal, dia meluapkan kesedihan bersama beberapa anggota keluarga kandungnya dan pengacara Michael, Sitor Situmorang.
Felecia, yang adalah warga negara Indonesia, tidak sempat mendampingi suaminya di detik-detik terakhir ajal sebab ketika mendapat informasi tentang eksekusi sang suami, dirinya masih berada di Nigeria untuk beberapa urusan.
"Pada pukul 03.00 waktu Nigeria, saya ditelepon Kejaksaan Agung dan diundang untuk datang ke Nusakambangan. Pada hari itu juga saya berangkat dan tiba di Indonesia pada Kamis (28/7/2016) malam sekitar jam 22.00 WIB. Setelah itu langsung berangkat ke Cilacap," kata dia.
Dalam perjalanan menuju Nusakambangan, Felecia masih merasa yakin bahwa suaminya akan selamat. Namun, sebelum sampai tujuan, sekitar pukul 01.00 WIB dia mendapat kabar bahwa suaminya sudah meninggal diterjang timah panas eksekutor.
Kenyataan tersebut membuat kesedihannya memuncak. Ibu tiga anak yang terakhir kali bertemu suaminya pada Maret 2016 itu, meluapkan kekecewaannya kepada pemerintah.
"Tuhan saja maha pemaaf. Mengapa pemerintah merasa berhak mengambil nyawa suami saya?" tutur Felecia yang hampir selama sesi wawancara selalu berbicara tersekat menahan tangis.
Michael Titus Igweh adalah salah satu dari empat terpidana mati yang dieksekusi pada Jumat dini hari bersama Freddy Budiman (WNI), Seck Osmani (Senegal), dan Humprey Eijeke (Nigeria).
Rencananya, jenazah Michael dibawa ke Nigeria pada Minggu (31/7/2016) untuk dimakamkan. (Antara)