Ini Surat Merry Utami ke Jokowi Minta Tak Ditembak Mati

Kamis, 28 Juli 2016 | 16:28 WIB
Ini Surat Merry Utami ke Jokowi Minta Tak Ditembak Mati
Ilustrasi penjara (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berbagai upaya dilakukan oleh mantan tenaga kerja wanita Indonesia, Merry Utami, untuk lepas dari jerat eksekusi mati yang dalam waktu dekat akan dilakukan Kejaksaan Agung.

Salah satu upaya terpidana kasus narkoba itu, mengirim surat pribadi kepada Presiden Joko Widodo untuk meringankan hukuman.

Berikut ini adalah surat yang dibuat Merry kepada Jokowi. Surat ini dibuat pada 26 Juli lalu.

Cilacap 26 Juli 2016

Kepada Yth
Bapak Presiden Jokowi

Dengan hormat

Saya Merry Utami memohon maaf yang sebesar-besarnya atas apa yang pernah saya lakukan kepada negara ini.

Saya mohon pengampunan dan keringanan dari Bapak agar hukuman saya dapat diperingan oleh Bapak yang saya hormati

Bapak sungguh saya menyesal dengan kebodohan yang saya perbuat hingga membuat suatu pelanggaran hukum.

Semoga Bapak Jokowi dengan kemurahan hati bisa mengampuni semua yang saya pernah lakukan.

Dengan rasa hormat saya mengucapkan banyak-banyak terimakasih. Semoga Bapak dan keluarga selalu sehat.

Hormat saya

LBH Masyarakat sebagai kuasa hukum Merry mengecam keras rencana eksekusi terhadap Merry Utami.

LBH Masyarakat telah mendaftarkan grasi atas nama Merry Utami ke Pengadilan Negeri Tangerang pada Selasa (26/7/2016). Dengan tetap memasukkan Merry ke dalam rencana eksekusi, Pemerintah Indonesia dinilai tidak hanya melanggar hak seseorang terpidana, melainkan juga telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi dan hukum internasional. Pasal 6 dalam Konvensi Hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa seseorang yang dihukum mati harus memiliki hak untuk mengajukan permohonan maaf atau komutasi atas hukumannya. Sistem hukum Indonesia memfasilitasi hak dalam Konvensi ini dengan kesempatan terpidana mengajukan grasi kepada presiden. Selama presiden belum memutuskan untuk menerima atau menolak grasi, sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, pelaksanaan eksekusi tidak dapat dilaksanakan dan dibenarkan secara hukum.

Kedua, LBH Masyarakat menilai pemerintah menutup mata pada kerentanan perempuan yang menjadi kurir narkotika. Kasus Mary Jane seharusnya cukup memberikan pelajaran bahwa perempuan dan buruh migran sangat rentan dieksploitasi oleh jaringan peredaran narkotika. Kemiskinan yang membuat perempuan-perempuan memilih menjadi buruh migran, pergi ke sebuah negeri yang tidak pernah mereka jejaki sebelumnya, membuka peluang yang sangat besar bagi sindikat gelap untuk mengeksploitasi mereka.

Saat ini, sebanyak 14 terpidana mati telah menempati ruang isolasi LP Batu, sejak Senin (25/7/2016) pukul 22.00 WIB, guna menunggu hari H pelaksanaan eksekusi mati.

Akan tetapi hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum mengungkap secara resmi nama-nama terpidana mati kasus narkoba yang akan dieksekusi dan kapan eksekusi itu akan dilaksanakan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, terpidana mati yang telah ditempatkan di ruang isolasi Lapas Batu, antara lain Freddy Budiman, Merry Utami, Zulfiqar Ali (Pakistan), Gurdip Singh (India), dan Onkonkwo Nonso Kingsley (Nigeria).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI