Ratu Yogya: Amandemen UUD Tak Perlu Diperdebatkan, Sudah Dimulai

Siswanto Suara.Com
Kamis, 21 Juli 2016 | 19:44 WIB
Ratu Yogya: Amandemen UUD Tak Perlu Diperdebatkan, Sudah Dimulai
Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas di DPR. (Suara.com/Bagus Santosa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua DPD GKR Hemas menegaskan amandemen kelima UUD 1945 tak perlu diperdebatkan lagi, mengingat prosesnya sudah berjalan. Yang perlu dilakukan saat ini ialah mendorong agar proses formalnya di MPR berjalan dengan baik, sesuai jadwal yang telah ditetapkan Ketua MPR Zulkifli Hasan yakni mulai September tahun ini.

Penegasan tersebut dikemukakan GKR Hemas dalam pertemuan dengan pimpinan dan anggota Lembaga Pengkajian MPR di Jakarta, Rabu malam. Hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain, Ahmad Farhan Hamid, Rully Chairul Azwar, Erik Satrya Wardhana, Irman Putra Sidin, I Wayan Sudirta, Alirman Sori, Wahidin Ismail, Nurmawati Bantilan, Bambang Soeroso.

Menurut Hemas terjadinya proses formal di MPR telah menunjukkan adanya konsensus para pemangku kepentingan yang menyepakati perlunya amandemen kelima.

“Materi yang akan diamandemen pun sudah jelas, yakni terbatas pada perlunya mengadakan kembali haluan negara semacam GBHN dan penguatan DPD RI,” katanya.

Hemas meminta pihak-pihak yang masih memperdebatkan perlu tidaknya amandemen kelima sebaiknya memanfaatkan energi untuk mengawal agar amandemen sesuai dengan rencana dan batasan yang telah ditetapkan.

“Memang, masih ada yang berpikir bahwa amandemen kelima dikuatirkan seperti membuka kotak pandora, akan terjadi bola-bola liar yang mengancam sendi dasar bernegara yang selama ini kita pegang teguh dalam konstitusi. Namun, hal itu telah dikunci dalam pasal 37 UUD 1945, yang tidak memungkinkan masuknya usul perubahan baru di luar yang telah disepakati secara tertulis di bagian awal proses,” kata dia.

Awal proses formal yang telah ditentukan MPR berjalan mulai September 2016 hingga pelaksanaan amandemen pada September 2017.

“Mari kita manfaatkan proses formal ini agar fokus pada tiga isu utama penyempurnaan ketatanegaraan, yakni rekonstruksi sistem perencanaan pembangunan nasional dengan GBHN sebagai rule of model, kewenangan MPR, dan sistem lembaga perwakilan rakyat berupa penguatan kewengan DPD RI,” tutur Hemas.

Dijelaskan lebih lanjut, momentum yang terjadi saat ini, di mana Ketua MPR RI telah menegaskan dilaksanakannya amandemen ke-5 UUD 1945 pada September 2017, merupakan akumulasi dari perjalanan panjang upaya penyempurnaan sistem ketatanegaraan secara komprehensif. DPD RI telah mengusulkan penyempurnaan konstitusi secara resmi melalui surat kepada Ketua MPR RI pada bulan Juni 2006, yakni masa periode legislatif 2004-2009.

Pada bulan Mei tahun 2007, usulan tersebut disampaikan lagi dengan berbagai penyempurnaan hasil kajian dan penambahan dukungan yang besar. Tercatat 238 anggota MPR telah menandatangi sebagai pengusul, melebihi ketentuan minimal 226 anggota yang dibutuhkan untuk pelaksanaan amandemen. Proses ini berakhir dengan alasan perlu pengkajian lebih mendalam dan usulan yang lebih komprehensif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI