Suara.com - Sejak terkuaknya peredaran vaksin palsu pada pertengahan Juni 2016 lalu oleh Bareksrim Polri, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menangani persoalan. Selain membentuk Satgas Vaksin Palsu yang terdiri dari berbagai unsur, penyelidikan yang dilakukan Bareskrim juga terus menemui kemajuan. Namun, penanganan vaksin kasus mempunyai celah, salah satunya soal manejemen krisis, terutama dalam penyampaian informasi ke publik.
“Persoalan vaksin palsu ini kan sudah berminggu-minggu. Harusnya tensinya bisa semakin turun, tetapi yang terjadi malah semakin tinggi. Orangtua yang anaknya terkena vaksin palsu semakin bingung harus berbuat apa. Saya mau ingatkan, kalau pola komunikasi pemerintah soal vaksin palsu seperti ini terus, saya khawatir persoalan ini bisa jadi krisis. Makanya, pemerintah harus punya menajemen krisis soal vaksin palsu ini,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris di Padang, Sumatera Barat, melalui pernyataan tertulis yang diterima Suara.com, hari ini.
Fahira menambahkan harus ada pra kondisi atau persiapan baik yang sifatnya substantif, teknis, termasuk program komunikasi publik dalam semua kebijakan, tindakan, penyataan, dan program penanganan vaksin palsu.
Harusnya, kata Fahira, sebelum nama-nama rumah sakit pengguna vaksin palsu diumumkan ke publik, ada prakondisi untuk mengomunikasian kebijakan, program, dan aksi yang akan dilakukan pemerintah untuk anak-anak yang diduga diberi vaksin palsu oleh rumah sakit.
Prakondisi ini sangat perlu agar orangtua yang anaknya pernah diimunisasi di rumah sakit tersebut tidak panik dan tahu langkah-langkah yang harus mereka lakukan.
“Kalau ada menajemen krisis, semua kebijakan, tindakan, penyataan, dan program penanganan vaksin palsu termasuk penyampaian informasi kepada publik direncanakan dengan baik dan diantisipasi risikonya seperti apa. Kalau ada pra kondisi, kericuhan di beberapa rumah sakit tidak akan terjadi,” ujar Fahira.
Jangan sampai, kata Fahira, persoalan vaksin palsu ini, malah melahirkan persoalan-persoalan baru.
“Saya dapat info, IDI melaporkan orang tua anak korban vaksin palsu yang diduga melakukan pemukulan kepada dokter. Inilah kalau tidak ada menajemen krisis, masalahnya semakin runyam dan melahirkan persoalan-persoalan baru,” kata senator asal Jakarta.
Menurut Fahira kekecawaan orang tua yang anaknya diduga diberi vaksin palsu semakin bertambah, saat rumah sakit-rumah sakit yang namanya diumumkan juga tidak mempunyai manejemen krisis dan tidak siap menghadapi tuntutan para orangtua.
“Tuntutan utama para orang tua itu keterbukaaan informasi pasien dengan menerbitkan daftar pasien selama periode 2003-2016 yang mendapatkan vaksinasi di RS tersebut, dan RS tidak siap. Ini yang membuat para orang tuamarah. Jika kemarin ada prakondisi, pasti tidak akan serunyam sekarang. Pemerintah harus paham, semua orang tua pasti panik kalau tahu anaknya diberi vaksin palsu. Makanya harus ada manejemen krisis, bila perlu buat krisis center, bukan bermaksud membuat masyarakat menjadi panik, tetapi sebagai pusat pelayanan dan informasi agar masyarakat tenang,” kata Fahira.