Ini Dampak Aksi Bouhlel bagi Umat Islam di Nice Prancis

Esti Utami Suara.Com
Selasa, 19 Juli 2016 | 21:51 WIB
Ini Dampak Aksi Bouhlel bagi Umat Islam di Nice Prancis
Polisi dan petugas forensik menyisir sekitar lokasi truk yang menabrak kerumunan warga yang merayakan libur nasional Bastille Day di Nice, Prancis, Kamis (14/7). (Reuters)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Teror truk saat perayaan Bastille Day yang menewaskan 84 orang di Nice, Prancis Kamis pekan lalu membawa dampak buruk bagi umat Muslim di kota pantai tersebut.

Banyak warga Muslim di Ariane, wilayah yang sebagian besar warganya beragama Islam terletak beberapa kilometer dari wilayah Abbatoirs, tempat Bouhlel tinggal,mengaku mereka disalahkan atas serangan itu. Mereka khawatir akan meningkatnya pembedaan dan pemisahan masyarakat.

Prancis adalah tempat tinggal mayoritas kelompok Muslim di Eropa. Sebagai tanda peningkatan rasa pengasingan di antara umat Muslim di Ariane dan di tempat lain, Younis, seorang pembangun atap dari keluarga imigran Maroko, mengatakan bahwa mereka disalahkan "tiap kali sesuatu terjadi di Prancis dan Eropa".

"Dulu masalahnya adalah diskriminasi rasial, saat ini adalah diskriminasi keyakinan," kata Younis, yang tidak menyebutkan nama keluarganya.

Nice, yang dikenal sebagai kapal pesiar besar yang diam di perairan biru dan jalanan rindang, menjadi gerbang masuk bagi pendatang dari beberapa negara bekas jajahan Prancis, seperti, Tunisia, Maroko dan Aljazair.

Wilayah itu juga menjadi tempat asal mereka yang berperang di Suriah, dengan sekitar satu tiap sepuluh orang berasal dari kota di Laut Tengah tersebut.

ISIS mengklaim berada di balik serangan itu dan memuji pelaku kelahiran Tunisia tersebut, Mohamed Lahouaiej Bouhlel, yang menabrakkan truk ke kerumunan di kota Prancis tersebut pada Kamis pekan lalu.

ISIS kehilangan banyak wilayahnya di Irak dan Suriah pada tahun ini dan pejabat khawatir bahwa mereka akan melaksanakan serangan besar.

Tanpa mempedulikan apakah Bouhlel terbukti berkaitan langsung dengan ISIS, data dirinya sejalan dengan temuan kajian Europol terbaru tentang militan asing yang direkrut.

Kajian itu menunjukkan bahwa sekitar empat dari lima anggota yang direkrut ISIS memiliki catatan kejahatan, sementara sekitar 20 persen di antaranya diketahui mengidap gangguan kejiwaan.

Pakar psikologi Brigitte Juy mendampingi pemuda Muslim, yang merasa dipinggirkan dan marah kepada masyarakat Prancis dan kemungkinan rentan direkrut sebagai militan dan lainnya yang terkena ideologi radikal, termasuk yang kembali dari Suriah.

Juy mengatakan bahwa karakter Bouhlel menurut kerabat dan tetangganya yang dilaporkan media tampak menunjukkan seseorang yang labil, yang merasa terasingkan dan rentan melakukan kekerasan. Dalam kasus ini, dia mengatakan bahwa Bouhlel tidak pasti dikarenakan oleh pengasingan.

"Itu merupakan sebuah data diri yang kami lihat di sana. Kemudian, dalam saat tertentu, sejumlah faktor berbeda dapat bertemu, termasuk mungkin dalam kehidupan pribadinya, yang artinya bahwa ada kemungkinan titik kritis di mana mereka melakukan penyelesaian, dengan cara melakukan kejahatan," ujarnya.

Perdana Menteri Manuel Calls mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa penyerang berusia 31 tahun itu "diradikalisasi dengan sangat cepat".
Namun, Jaksa Paris mengatakan pada Senin, bahwa untuk sementara tidak ada bukti menunjukkan keterkaitan langsung antara Bouhlel dengan ISIS.

Imam masjid Ariane, Al Fourkane mengatakan  bahwa kelompok keras mengincar yang lemah dan memberikan peringatan menentang fokus terhadap kepercayaan pelaku.

"Karena yang lemah dimanfaatkan bukan berarti bahwa kami harus berlaku keras terhadap keyakinan mereka. Benar-benar berlawanan. Kami seharusnya bersatu dan mempertahankan negara," kata Boubekeur Bekri, dengan menambahkan bahwa "kejahatan adalah kejahatan" tanpa mempedulikan apa pun keyakinannya.

Bouhlel meninggalkan Tunisia pada 2005. Keluarganya menggambarkannya sebagai laki-laki mengalami "gangguan kejiwaan" dan rentan depresi dan melakukan kekerasan. Dia memiliki catatan tindak pelanggaran hukum, termasuk tuduhan melemparkan palet kayu dalam kejadian jalanan Maret tahun ini.

Kerabat dan teman Bouhlel juga menjelaskan bahwa dia belakangan minum minuman keras, menghisap ganja dan main perempuan, yang sangat tidak mencerminkan kehidupan Muslim seharusnya.

Elabed Lofti, imam wilayah Antibes dan Juan Les Pins, merupakan salah satu dari sekian pemuka Muslim di bagian tenggara Perancis, yang menghindarkan kalangannya dari pelaku.

"Orang itu tidak menjalankan puasa Ramadan, hal minimum untuk dapat disebut sebagai seorang Muslim yang baik," ujarnya, mengacu kepada bulan puasa kalangan Muslim yang berakhir pada awal Juli. (Antara/Reuters)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI