Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI ) mempertanyakan proses proyek reklamasi yang tidak transparan. Pasalnya dalam pembangunan proyek reklamasi, masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proyek reklamasi.
"Harusnya ada pelibatan masyarakat. Tidak ada transparan. Munculnya keputusan untuk mereklamasi teluk Jakarta tidak pernah dibicarakan dengan masyarakat. Seharusnya mereka dimintakan pendapatnya keberatan atau tidak. Gubernur Jakarta semena-mena melakukan upaya dan melakukan perjanjian preman," ujar Sekjen KNTI Marthin Hadiwinata dalam diskusi bertajuk Skandal Reklamasi: "Ahok Layak Untuk Tersangka" di Dunkin Donut, Jakarta, Selasa (19/7/2016)
Lebih lanjut Marthin menyebut Provinsi DKI Jakarta memiliki ketimpangan ekonomi. Menurutnya, berdasarkan data BPS DKI Jakarta data kemiskinan meningkat.
Oleh karena itu, dengan adanya proyek reklamasi bisa menyebabkan ketimpangan ekonomi.
"Saya baca berita Badan Pusat Statistik DKI Jakarta bahwa kemiskinan di DKI Jakarta meningkat. Jakarta mempunyai ketimpangan ekonomi terbesar. Kalau reklamasi dilanjutkan akan memperbesar ketimpangan ekonomi tersebut,"ucapnya.
Selain itu, dirinya menilai tidak adanya peran masyarakat dalam pelibatan dalam proyek reklamasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Marthin pun menganggap lucu terkait pernyataan Pemprov DKI, Jakarta yang menyatakan bahwa adanya kerusakan di Teluk Jakarta, namun sebaliknya Pemprov DKI Jakarta tidak memberikan solusi.
"Pemprov DKI Jakarta sering mengatakan Teluk Jakarta sudah rusak, tapi tidak pernah melakukan upaya solutif memperbaiki, tapi justru mempercepat reklamasi. Reklamasi tak akan memperbaiki Teluk Jakarta. Sangat lucu Pemprov kita saat ini," jelas Marthin
Marthin menambahkan, proyek reklamasi tidak hanya merusak lingkungan tapi juga memberikan dampak penggusuran terhadap warga yang berada di Muara Angke.
"Tidak hanya mereklamasi, tapi juga menggusur warga di darat yang tujuannya untuk membentuk masyarakat water font city. Kampung Pasar Ikan, Kampung Baru di Muara Angke tergusur," ungkapnya.