Suara.com - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi mengakui jika kontribusi tambahan 15 persen dari pengembang yang diatur dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) menguntungkan publik Ibu Kota.
Pengakuan ini disampaikan politikus Partai Gerindra itu saat bersaksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa Direktur Utama PT Agung Podomoro Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro di Jakarta, Senin (18/7/2016).
Sanusi, yang juga didakwa sebagai penerima suap dalam perkara itu, awalnya membeberkan bahwa Ariesman pernah mengeluh padanya soal besaran kontribusi yang diatur dalam rancangan peraturan tersebut.
"Dia (Ariesman) berkeluh kesah 15 persen itu berat sekali harus bayar di muka tentang persoalan ini," kata Sanusi yang didakwa menerima suap sebesar Rp2 miliar dari Ariesman melalui Trinanda.
Persoalannya sejumlah pengembang sudah melakukan reklamasi dan pembangunan di pulau-pulau reklamasi berdasarkan Perda 8 tahun 1995 karena mengantongi izin prinsip yang tidak mencantumkan tambahan kontribusi dan hanya mengatur mengenai kewajiban dan kontribusi bagi pengembang.
"Izin prinsip sebelumnya tidak ada tambahan kontribusi. Dalam izin prinsip PT Agung Sedayu setahu saya cuma ada kewajiban dan kontribusi dan tidak ada tambahan kontribusi," ungkap Sanusi.
Sanusi juga meyakini tidak ada dasar hukum pemberlakukan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dikali Nilai Jual Objek Pajak dikali luas tanah yang dapat dijual dalam raperda tersebut.
"Kalau menurut legislatif tambahan kontribusi 15 persen itu tidak ada dasar hukum dan akan memberatkan BUMD kita sendiri," ungkap Sanusi.
Namun Sanusi mengakui bahwa masyarakat luas juga akan duntungkan dengan raperda tersebut.
"Yang diuntungkan harusnya masyarakat Jakarta karena dalam raperda disampaikan bahwa akan digunakan untuk mengkapitalisasi Jakarta seperti membangun waduk dan lain-lain," ungkap Sanusi.
"Kalau masyarakat diuntungkan kenapa keberatan?" tanya hakim.
"Karena tadi eksekutif tidak bisa meyakinkan kami mengenai dasar hukumnya. Angka juga tidak bisa meyakinkan bahkan saat ditanya mengenai BUMD akan berbebani hanya disebut ya sudah izin prinsipnya dimatikan saja. Jadi yang mengusulkan tapi tidak memberikan argumentasi ke kami ini memadai untuk dijalankan," jawab Sanusi.
Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (Antara)
Sanusi Akui Kontribusi Tambahan 15% Untungkan Warga Jakarta
Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 19 Juli 2016 | 05:10 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
REKOMENDASI
TERKINI