Jaksa Putar Percakapan Sanusi dan Abangnya, Taufik di Pengadilan

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 19 Juli 2016 | 04:12 WIB
Jaksa Putar Percakapan Sanusi dan Abangnya, Taufik di Pengadilan
Anggota DPRD Jakarta nonaktif Mohammad Sanusi bersaksi di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/7) [Suara.com/Oke Atmaja].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap pembicaraan antara Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik dan adiknya yang juga mantan Ketua Komisi D DPRD Mohamad Sanusi terkait Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

Percakapan itu diperoleh KPK dari penyadapan percakapan telepon antara keduanya dan diputar dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (18/7/2016), dengan terdakwa Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja dan pegawainya, Trinanda Prihantoro. Sanusi tampil sebagai saksi.

"Kemarin (saya) kan ke Mangga Dua. Jadi rupanya Mangga Dua itu dengan tambahan (kontribusi) pasti akan kena juga. Takutnya gubernurnya agak melintir, kemarin sama Podo sama Ariesman juga. Dia bilang begini. Gue buang 25 lagi, gue kasih 75, tapi (kontribusi) tambahannya juga dimasukin yang konversi. Di penjelasannya itu diatur di pergub tapi dimasukin konversi dari tambahan itu. Hari senin itu. Tapi maksud saya itu harus veto. Maksud saya begitu. Senin saya ngadep ya," demikian pernyataan Sanusi dalam rekaman itu.

"Iya, iya," jawab Taufik dalam rekaman.

"Apa maksud saudara menghadap Mangga Dua? Apa maksudnya Aguan?" tanya ketua jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri.

"Saya dalam rekaman itu berbohong. Di BAP tersangka ini ditampilkan dulu dan ternyata saya malam sebelumnya bertemu Ariesman di Kemang Village jadi bukan saya ke Harco. Saya informasikan ke Pak Taufik kalau saya sebenarnya tidak mau hadir. Sebenarnya saya bohong ke Pak Taufik, karena saya bilang saya tidak mau hadir di rapat pimpinan gabungan di DPRD tapi malam harinya bertemu Ariesman di Kemang Village bukan ke Harco," jawab Sanusi.

"Ariesman pernah mengatakan 'gue buang deh 25 lagi?'" tanya jaksa.

"Saya ragu apa ada angka itu karena lokasinya di Avenue, ruang terbuka dan ada musik," jawab Sanusi.

"Di BAP saudara menyebutkan 'Maksud gue buang 25 lagi, dia mau kasih 25 lagi tapi kontribusi tambahan di penjelasannya ada tulisan diatur dalam pergub (peraturan gubernur), kontribusi tambahan itu konversi 5 persen dalam pertemuan Aguan dan Ariesman di Harco. Bahwa ada kekhawatiran Aguan dapat tambahan kontribusi karena izin prinsip tidak ada tambahan kontribusi, sedangkan APL tidak ada tambahan kontribusi. Ketika itu sambil jalan Aguan menyampaikan akan bantu 2,5 persen agar tambahan kontribusi diatur konversi 5 persen, tidak paham maksud 25 itu yang saya pikir adalah 2,5 miliar.' Bagaimana dengan BAP ini?" tanya jaksa Ali Fikri.

"Coba Pak jaksa cek BAP saya dengan Pak Ariesman di Kemang Village karena malam hari saya ketemu di Kemang Village dengan Ariesman," jawab Sanusi.

"Dalam pertemuan tersebut Ariesman berkeluh kesah karena tambahan 15 persen terlalu berat. Ariseman ngomong yang penting nilainya rasional dan dasar hukum yang jelas. Ariesman mengatakan sudah pernah memberikan barang ke pemerintah provinsi pada 2015 tapi biro hukum tidak mau terima karena tidak ada dasar hukumnya. Ariesman juga mengatakan Rp2,5 miliar akan diberikan ke saya kalau tambahan kontribusi dengan cara konversi, kalau pergub saja akan mengambang sementara Ariseman sudah berikan untuk tambahan kontribusi. Saya tanya bagaimana gubernur? Menurut Arisesman tidak ada masalah nanti saya akan sampaikan ke teman-teman balegda. Bagaimana dengan hal itu? " tanya jaksa Ali.

"Tapi saya ragu mengenai Rp2,5 miliar disampaikan atau tidak," jawab Sanusi.

Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Keduanya ditangkap KPK karena diduga memberikan suap kepada Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dari tadinya 15 persen menjadi 15 persen dari 5 persen kontribusi. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI