Suara.com - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (18/7/2016) mengungkapkan tentang pertemuan sejumlah pimpinan di DPRD DKI Jakarta di rumah Sugianto Kusuma alias Aguan, pendiri Agung Sedayu Grup.
Dalam kesaksiannya pada sidang dengan terdakwa Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro, Sanusi membeberkan bahwa pertemuan itu membahas tentang Raperda Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Saya ditelepon abang saya, Pak Taufik pada Desember. Pak Taufik minta saya untuk hadir dan sampai di sana sudah ada Pak Aguan, Pak Ariesman, Pak Prasetyo Edi ketua DPRD DKI Jakarta, Pak Taufik Wakil Ketua, Pak Ongen Sangaji Ketua Fraksi Hanura dan Slamet Nurdin ketua Fraksi PKS," ungkap Sanusi.
"Pertama saya tidak tahu agendanya apa, tapi saat datang di teras belakangan ada juga menyinggung surat Gubernur DKI mengenai pembahasan Raperda pantura tersebut. Saya diberi kesempatan untuk menjelaskan bagaimana proses pengajuan raperda karena anggota DPRD lama hanya saya dan Pak Slamet. Jadi saya jelaskan kalau pak Gubernur sudah kirim usulan maka dewan membuat pandangan lalu diparipurnakan baru diagendakan di badan musyawarah dan baru diparipurnakan lagi," tambah Sanusi.
Dalam pertemuan itu Sanusi mengakui bahwa Aguan meminta agar pembahasan tidak bertele-tele.
"Karena mereka (Agung Sedayu) sudah reklamasi maka minta prosesnya tidak bertele-tele, tapi menjelaskan lebih pada mekanisme pembahasan raperdanya," kata Sanusi.
Menurut Sanusi, Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi juga punya hubungan yang dekat dengan Aguan.
"Yang saya tahu Pak Pras punya hubungan dekat dengan Pak Aguan, cuma itu saja. Sedangkan Pak Ariesman sebagai orang Agung Podomoro, tapi tidak bicara apa-apa," ungkap Sanusi.
"Tapi dalam BAP No 7 saudara menyatakan 'Pada pertemuan di rumah Aguan dibicarakan komitmen anggoata DPRD untuk membantu pengembang meluluskan raperda dan komitmen waktu penyelesaian.' Ini bagaimana?" tanya jaksa KPK Ali Fikri.
"Maksudnya saya pada saat itu mendengar keluhan mereka karena sudah masuk pembahasan di dewan maka mohon dipercepat pembahasannya. Saya tidak terlalu tahu siapa yang menyampaikan apakah Pak Aguan atau Pak Ariesman tapi bahasanya bukan minta dipercepat tapi jangan bertele-telelah karena di dewan," ungkap Sanusi.
Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Keduanya didakwa menyuap Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dari tadinya 15 persen menjadi 15 persen dari 5 persen kontribusi. (Antara)
Sanusi Mengaku Diajak Abangnya, Taufik ke Rumah Aguan
Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 19 Juli 2016 | 02:47 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
PIK 2 Punya Siapa? Aguan Bukan Pemilik Pertama Kawasan yang Kini Jadi Proyek Strategis Nasional
18 November 2024 | 16:12 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI