Suara.com - Puluhan orangtua korban vaksin palsu ragu vaksinasi ulang di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Sayang Bunda, menjamin kesehatan anak-anak mereka. RSIA Sayang Bunda merupakan satu dari 14 rumah sakit yang menerima vaksin abal-abal dari oknum pemalsu vaksin.
Dwi Yuliani (30), salah satu orangtua korban vaksin palsu, mempertanyakan apakah kesehatan anaknya bisa terjamin dengan dilakukannya vaksin ulang.
"Saya setuju divaksin ulang, tapi saya ragu dan saya khawatir. Kalau disuntik ulang efeknya ada nggak nanti?" ujar Dwi di RSIA Sayang Bunda, Jalan Pondok Ungu Permai Sektor V blok A1 no 26-27, Bekasi, Senin (18/7/2016)
Tak hanya itu, ibu dua anak ini pun mempertanyakan kesehatan putranya di masa yang akan datang jika mendapatakan vaksin ulang.
"Apakah vaksin ulang sudah kelar gitu aja. Kalau suatu saat vaksin palsu timbul penyakit gimana, saya tetap khawatir," kata Dwi.
Hal yang sama diungkapkan Gatot (40) orangtua yang anaknya diduga mendapatkan vaksin palsu. Dirinya juga mempertanyakan dampak kesehatan putranya yang telah mendapatkan vaksin palsu.
"Saya minta kejelasan kepada Rumah Sakit ini, vaksin palsu yang sudah masuk dampaknya ada nggak buat kesehatan anak saya," jelas Gatot.
Ia juga khawatir, pengulangan pemberian vaksin tidak bisa menjamin kesehatan putranya.
"Saya khawatir ke depannya gimana kalau sudah di vaksin ulang. Dampaknya nanti gimana," ungkapnya.
Sebelumnya, Bareskrim Mabes Polri telah menambah tiga tersangka baru. Total ada 23 tersangka yang diduga terlibat peredaran vaksin palsu yang saat ini menjadi persoalan besar pemerintah. Di antara 23 tersangka itu, ada tiga dokter berinisial I , AR dan H.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan, salah satu dokter yang ditetapkan tersangka berinisial H yang merupakan mantan direktur Rumah Sakit Sayang Bunda, Pondok Ungu, Bekasi, Jawa Barat.
"Semalam, Kamis (14/7/2016), kami tetapkan kembali tersangka berprofesi dokter, salah satunya dokter H, mantan dari Direktur RS. Sayang Bunda di Bekasi, pada tahun 2012," kata Agung di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (15/7/2016).
Agung menjelaskan sistem kerja antara dokter H, produsen vaksin palsu berinisial A, distributor berinisial T, dan toko Azka Medika sebagai distributor.
"Dokter H awal memesan vaksin dari toko Azka Medika. Dari awal pengungkapan dari toko Azka Medika banyak vaksin di sana. Kami tahu distribusi Aska Medika ke dokter H. Dokter H cukup banyak memesan dan mengizinkan juga sales dari Azka Medika," terang Agung.
Lanjut Agung, untuk dokter berinisial I dan AR masih didalami perannya. Sedangkan dokter H mengedarkan vaksin palsu dari tahun 2010.