Suara.com - Pemerintah pusat diminta serius segera menuntaskan aksi gembong teroris Santoso di Poso. Bila tidak, sama saja pemerintah pusat sedang menebar benih-benih ketidakpuasan dan separatisme di Kabupaten Poso. Hal tersebut diutarakan tokoh muda Poso Rizal Calvary Marimbo di Jakarta hari ini.
“Jujur saja, ini sama saja pemerintah pusat sengaja menebar kekecewaan kepada masyarakat Poso kepada negara dan pemerintah,” ujar Rizal dalam pernyataan tertulis yang diterima Suara.com.
Dia mengatakan bila pemerintah pusat tidak sanggup menangkap atau menyelesaikan Santoso, benih-benih separatis akan muncul, cepat atau lambat. Sebab, masalah Santoso saja tidak bisa negara tuntaskan. Dia mengatakan di akar rumput masyarakat Poso mulai timbul kekecewaan yang teramat berat kepada negara dan pemerintah pusat.
Pasalnya, kata dia, gangguan keamanan masih membayangi karena Santoso belum kunjung tertangkap hingga kini. Rizal mengingatkan terpilihnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebaiknya dijadikan momentum untuk segera meringkus Santoso hidup atau mati.
“Kalau Kapolri Tito dapat segera tuntaskan Santoso, warga Poso tidak akan jadi kecewa terhadap republik ini. Tapi kalau masih tunggu satu atau dua tahun lagi, maka warga Poso perlu melakukan perhitungan kepada negara dan penguasa republik ini. Berlarut-larutnya masalah Santoso sebenarnya menimbulkan banyak tanda tanya. Kenapa negara seakan-akan tidak berdaya dihadapan Santoso cs. Jangan sampai kami marah besar terhadap Republik ini,” ujar Rizal.
Rizal mengatakan kesetiaan rakyat Poso terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah teruji sejak sebelum kemerdekaan, Orde Lama hingga Orde Baru.
“Kakek-nenek kami mengusir Belanda. Demi NKRI rakyat Poso pernah berperang melawan DI/TII di hutan-hutan dari Sulawesi Selatan. Kami melawan pemberontak Permesta dari Sulawesi Utara. Kami di tengah-tengah Pulau Sulawesi tetap setia kepada NKRI. Namun sudah lima tahun lebih Santoso belum juga selesai, ada apa dengan republik ini?” ujar Rizal
izal mengingatkan dari kandungan konflik dan gangguan keamanan di Poso sejak 1998 telah melahirkan dua Kapolri dan satu Wakapolri. Ketiganya pernah bertugas menangani gangguan keamanan di Poso. Mantan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti pernah menjadi Kapolda Sulawesi Tengah. Begitu juga dengan mantan Wakapolri Komjen Oegroseno yang pernah menjabat Kapolda Sulawesi Tengah. Kapolri Tito pernah ditugaskan menangangi banyak kasus aksi terorisme di sana.
Sebab itu, kata dia, sudah sepantasnya negara segera menyelesaikan kasus Santoso secepatnya.
“Sudah lima tahun lebih Santoso masih awet di hutan, ada apa?” ujar dia.
Rizal mengatakan akibat dari berlarut-larutnya masalah Santoso, berbagai pihak kesulitan mempromosikan pariwisata dan investasi di Poso secara khusus dan Sulawesi Tengah secara umum.
”Kita ini sudah bosan. Tiap kali ajak investor, selalu ditanya Santoso gimana. Kita mau ajak wisatawan ke Danau Poso, padahal obyek wisatanya bagus, selalu ditanya soal Santoso. Ke luar negeri, juga pertanyaannya sama. Lama-lama kemarahan kita bisa meledak ini,” ujar dia.
Percaya Kepada Tito
Sebab itu, masyarakat Poso berharap banyak kepada Kapolri Tito.
“Kita masih percaya sama beliau. Kita lihat ada integritas beliau. Semoga beliau memegang amanah ini dalam waktu dekat, dia tangkap Santoso atau dikasih amnesti oleh negara. Biar Santoso kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi,” ujar Rizal.
Rizal mengatakan Poso akan segera tancap gas untuk membangun. Selama 20 tahun usia konflik horisontal di Poso telah menghancurkan perekonomian rakyat dan sendi-sendi kehidupan sehingga kabupaten ini menjadi kabupaten termiskin di Sulawesi Tengah. Padahal, sebelum konflik, Poso merupakan episentrum perkembangan ekonomi dan pembangunan di Sulawesi Tengah.
“Sebanyak 40 persen Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Tengah datang dari Kabupaten Poso. Sekarang kita termiskin kedua dan masuk daerah tertinggal,” katra Rizal. Sebab itu, sebaiknya pemerintah pusat benar-benar memahami perasaan rakyat Poso.