Suara.com - Seorang Guru asal Deli Serdang, Sumatera Utara, Nelly Dona Elita Hutabarat (58) menggelar aksi di depan Istana Presiden, untuk meminta keadilan kepada pemerintah atas pembongkaran paksa rumah dinas yang beralamat di Jalan Irian, Sempali, Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (13/7/2016). Pasalnya dirinya mengaku mengalami kerugian materi.
Dalam aksinya Nelly juga membawa foto-foto pembongkaran rumah dinasnya secara paksa.
Nelly mengatakan, sebelum menggelar aksi di Jakarta, dirinya telah menyurati dan menyambangi DPR pada Tahun 2012. Kemudian pada tahun 2015, dirinya juga menyambangi Kementerian Hukum dan HAM, Komnas HAM, Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun hanya Komnas HAM yang membalas suratnya.
"Saya tunggu nggak ada yang balas, Kemenkumham yang balas sama Komnas Ham sama Mahkamah Agung. Makanya saya lapor ke Kemenkumham, sudah ditegor mediasi lewat Kakanwil provinsi tapi nggak ada juga hasilnya," ucapnya.
Lebih lanjut, Nelly menuturkan dirinya dan keluarga sempat menginap selama tiga hari tiga malam di atas tenis meja miliknya.
Selama tiga hari tiga malam dirinya juga mendapat bantuan dari tetangga untuk makan dan minum.
"Saat penggusuran saya dan keluarga sempat tidur diatas tenis meja. Untung ada tetangga jadi untuk makan dan pakaian dan lainnya dibantu tetangga," kata Nelly yang telah menjadi guru selama 36 tahun.
Ibu empat anak ini juga menceritakan pembongkaran paksa rumah dinas tersebut bermula dari penonaktifan SD Negeri 106159 Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, tempat dirinya mengajar.
Pembongkaran pada 24 November 2011 tersebut berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Dikpora Drs Sofian nomor 800/6921/SKR/2010 tertanggal 29 Juni 2010. Namun dalam pembongkaran rumah dinas terjadi pemaksaan oleh pihak Dispora dan Kepala Desa setempat.
"Tindakan tidak manusia dan tidak bermoral, bersama Kades Sampali pada saat pembongkaran itu tanggal 22 November 2011 diberikan surat dari kepala sekolah kepada saya supaya mengosongkan rumah,"ucapnya.
Kata Nelly, berdasarkan SK tersebut sebanyak 14 guru di SDN yang sama dimutasikan ke sekolah lain di kecamatan yang sama, Percut Sei Tuan. Sementara para murid dijadikan satu dengan tiga sekolah lainnya. Pasalnya pembongkaran rumah dinas dan penutupan SDN akan dijadikan pembangunan sekolah SMPN 6 Percut Sei Tuan.
"Katanya mau dijadikan sekolah dan rumah itu mau dijadikan ruang kelas baru," kata Nelly.
Selain itu Nelly menilai, dalam penggusuran secara paksa, dirinya kehilangan barang-barang yang ia miliki seperti Surat Keputusan pengangkatan menjadi guru, perhiasan dan sejumlah dokumen penting lainnya.
"Barang-barang saya dicampakkan begitu saja, SK dan perhiasan saya enggak ada. Saya dibuat macam binatang dan tidak ada harganya di hadapan mereka. Karena dari pembongkaran itu surat pengangkatan PNS juga hilang tidak tahu ke mana,"jelasnya.
Lebih lanjut, Nelly juga mempertanyakan pembongkaran tersebut tidak dilakukan oleh aparat satpol PP, namun dilakukan oleh kuli bangunan.
"Kenapa bukan Satpol PP. Ini orang suruhan mereka,"paparnya.
Oleh karena itu dirinya mengajukan proses hukum menggugat SK Dikpora tersebut. Berdasarkan PP 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS.
Lebih lanjut, Nelly juga telah melaporkan pembongkaran paksa disertai dengan penganiayaan ke Polresta Deli Serdang pada Tahun 2011. Namun hingga kini laporan tersebut belum ditindaklanjuti.
"Saya lapor ke polisi, Polda. Polda melimpahkan ke Polresta. Kenapa diterima di polisi karena ada penganiayaan dari hasil visum,"jelasnya.
Dirinya berharap dengan menggelar aksi di depan Istana, dirinya bisa menemui Presiden Joko Widodo.
"Harapan saya bisa tuntas lah ini sudah tiga kali saya datang kemari. Tahun 2012 ke DPR RI, 2015 Setneg, Kemenkumham, Komnas, sama 2016 ke sini," imbuh Nelly.
Menurut pengamatan Suara.com, Nelly mengenakan seragam Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam menggelar aksinya. Ia membawa karton putih yang berisikan harapan Nelly setelah menjadi korban penggusuran secara paksa.
"Bapak Teten Masduki. Tolong saya pa, sudah lima tahun saya berjuang untuk keadilan. Saya guru tertindas dari Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Saya datang ke Jakarta ini, untuk bisa bertemu langsung dengan Pak Presiden. Harapan terakhir saya mewujudkan keadilan," jelas Nelly sambil membacakan tulisan yang dikalungkan di dadanya.