Suara.com - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon, menyayangkan tidak adanya langkah antisipasi dari pemerintah terkait aksi-aksi penyanderaan warga negara Indonesia. Katanya, seharusnya pemerintah menerapkan "travel warning" di daerah perairan yang berpotensi jadi titik aksi penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf.
"Harusnya ini dilakukan dan tidak boleh lagi terjadi (penyanderaan). Saya waktu itu mengatakan harusnya ada "travel warning"," kaya Fadli, di Gedung Nusantara DPR, Jakarta, Rabu (13/7/2016).
"Kalau enggak ada ya susah. Dan harusnya orang kita tidak diperbolehkan (lewat). Kalau mau lewat situ harus dikawal," Fadli menambahkan.
Bahkan, Fadli mengusulkan supaya di kawasan tertentu yang rawan akan penyanderaan diberikan simbol penanda adanya larangan, supaya WNI tidak sampai memasuki kawasan tersebut.
"Kalau perlu ada sebuah penanda bahwa tidak boleh melampaui koordinat tertentu di laut kita yang dikuasai oleh kelompok-kelompok tersebut," kata Fadli.
Diketahui, tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia. Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.
Sebelumnya juga terjadi kepada tujuh anak buah kapal (ABK) WNI yang lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan. Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.
Selain itu, sebelumnya penyanderaan juga dialami 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12, yang diculik oleh kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016. Serta empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.