Pemprov DKI Era Ahok Pecahkan Rekor Kembalikan Gratifikasi ke KPK

Senin, 04 Juli 2016 | 12:09 WIB
Pemprov DKI Era Ahok Pecahkan Rekor Kembalikan Gratifikasi ke KPK
Ilustrasi KPK [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melaporkan kasus gratifikasi yang diterima dinas tersebut kepada Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Nilai uang yang mereka terima fantastis, Rp9,6 miliar.

Nilai uang gratifikasi tersebut merupakan yang terbesar yang pernah dilaporkan kepada KPK.

"Benar, nilainya kurang lebih Rp10 miliar, karena berbentuk pecahan mata uang asing," kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, Senin (4/7/2016).

Gratifikasi tersebut terkait dengan jual beli lahan di daerah Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Adanya uang gratifikasi pada tahun 2016 diakui Sukmana yang saat itu menjabat Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman.
 
Pemberian uang gratifikasi tak lama setelah pembayaran uang Rp668 miliar dari dinas perumahan ke pemilik sertifikat lahan bernama Toeti Noeziar Soekarno melalui notaris, Rudi Hartono Iskandar.

Saat proses pembelian lahan, Sukmana mengaku sebagai pejabat pembuat komitmen. Dia mengaku sering berhubungan dengan Rudi.

Menurut Sukmana, uang gratifikasi diserahkan oleh Rudi. Rudi, kata dia, meminta agar menyampaikan uang tersebut kepada Kepala Dinas Perumahan Ika Lestari Aji.
Sukmana mengatakan uang yang diberikan oleh Rudi pada siang hari, lalu sore harinya dilaporkan kepada Ika. Ika kemudian melaporkan adanya uang tersebut kepada Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Mengetahui ada yang tak beres, Ahok memerintahkan Ika segera mengembalikan uang kepada KPK.

Kasus ini semakin mencuat. Pasalnya, dalam kasus pembelian tanah seluas 4,7 hektare yang diduga merugikan negara tersebut belakangan muncul informasi baru. Tanah yang dibeli pemerintah sebenarnya milik Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan DKI alias aset pemerintah sendiri. Yang jadi pertanyaan, bagaimana proses pemilik tanahnya bisa berubah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI