Suara.com - Juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi mengatakan lembaga pengadilan di Indonesia rawan suap.
"Pengadilan rawan suap. Aparatnya tak kunjung jera melakukan perbuatan yang merendahkan martabat peradilan," kata Farid, Jumat (1/7/2016).
Farid menambahkan sampai saat ini sudah belasan aparat pengadilan, baik hakim maupun nonhakim, yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap berkaitan dengan penanganan perkara. Jarak antara satu kasus dengan kasus lainnya berdekatan.
Menurut Farid terungkapnya kasus-kasus sebelumnya tak membuat penegak hukum jera. Padahal, citra lembaga peradilan sekarang sangat buruk di mata publik.
"Mereka sudah gelap mata. Para pelaku seperti tidak jera untuk terus merendahkan martabat peradilan yang sudah begitu terpuruk," katanya.
"Sepertinya bagi para pelaku, mereka yang terdahulu ditangkap dan diproses hukum tak lebih dari sekadar ketiban sial saja. Dijadikan tersangka dan duduk sebagai pesakitan serta tidur dalam sel tahanan cuma risiko biasa," Farid menambahkan.
Farid mengatakan operasi tangkap tangan terhadap hakim dan aparat pengadilan semakin menunjukkan justru di lembaga peradilan tumbuh subur praktik suap.
"Praktik suap untuk memperkaya diri sendiri dengan modus memuluskan kasus atau melakukan perdagangan hukum untuk memenangkan sebuah perkara. Praktik merendah martabat profesi dan lembaga peradilan tentu sangat menyakitkan bagi semua pihak," kata Farid.
Kasus terakhir terjadi kemarin. Satgas KPK menangkap tiga orang, satu di antaranya Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso. Dari lokasi, KPK mengamankan uang tunai 30 ribu dollar Singapura atau sekitar Rp300 juta.
Sebelumnya, KPK menangkap Panitera dan Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution bersama Direktur PT. Kreasi Dunia Keluarga Doddy Ariyanto Supeno terkait pendaftaran perkara peninjauan kembali di PN Jakpus.