Bisakah Pemerintah Awasi Vaksin Seketat Pengawasan Mata Uang?

Rabu, 29 Juni 2016 | 19:14 WIB
Bisakah Pemerintah Awasi Vaksin Seketat Pengawasan Mata Uang?
Ilustrasi vaksin. (Chillsoffear/Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dewan Perwakilan Daerah mengungkapkan keprihatinan atas maraknya peredaran obat dan vaksin palsu di masyarakat. Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad mendesak pemerintah memperketat mata rantai distribusi dengan segera mengaudit sistem distribusi yang dapat memunculkan pengawasan melekat dari produsen sampai ke konsumen.

“Tersangka pembuat vaksin palsu yang ditangkap di DKI Jakarta, Banten dan Tangerang Selatan pada 21 Juni lalu mengaku bahwa operasinya telah berlangsung semenjak 2003. Hal ini jelas menunjukkan lemahnya pengawasan oleh pemerintah selama ini,” kata Farouk melalui pernyataan tertulis kepada Suara.com, hari ini.

“Bagaimana mungkin peredaran vaksin palsu selama satu dekade lebih tidak terdeteksi oleh lembaga-lembaga pengawas? Padahal, mata rantai distribusinya tertutup,” guru besar kriminologi menambahkan.

Farouk menjelaskan rangkaian penyelenggaraan imunisasi, mulai dari pengadaan vaksin sampai distribusi, merupakan tanggungjawab pemerintah sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.43/2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi dan KMK No.1015/Menkes/SK/VI/2005 tentang Pedoman Umum Pengadaan Vaksin Program Imunisasi. Peraturan yang ketat dalam distribusi vaksin untuk program imunisasi bahkan telah mengatur skema rantai yang tertutup hanya dengan dua perusahaan farmasi yang diperbolehkan untuk memproduksi vaksin.

Senator asal NTB mengatakan pengawasan peredaran obat dan vaksin harus lebih diperketat seketat peredaran mata uang.

“Nomor tunggal batch dan barcode seharusnya dapat digunakan untuk pemeriksaan silang data daring (online) secara nasional. Dengan demikian, puskesmas, rumah sakit, dokter dan bahkan masyarakat sendiri dapat langsung memeriksa asal dan rantai distribusi vaksin atau obat yang mereka terima,” kata dia.

Farouk berharap bahwa melalui sistem pengawasan terpadu seperti itu, para tenaga kesehatan akan langsung membuang vaksin atau obat yang tidak terdistribusi secara resmi, tergandakan, atau tidak tercatat nomornya.

“Saya mengapresiasi langkah Bareskrim Polri yang telah berinisiatif untuk membongkar skandal vaksin palsu. Namun demikian, harus tetap ada sistem pemeriksaan distribusi yang reguler, proaktif dan tidak kasuistik,” kata Farouk Muhammad yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Percepatan Pembangunan Daerah Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia.

Audit sistem distribusi obat menjadi mendesak mengingat temuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang menunjukkan adanya peningkatan peredaran obat palsu dan obat tanpa izin semenjak 2012.

Seperti banyak diberitakan media massa, Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri telah membongkar jaringan pemalsu vaksin pada 21 Juni 2016 dan menetapkan 16 orang tersangka yang berperan sebagai produsen, kurir, distributor, dan pencetak label.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI