Dianggap Halangi Kerja Jurnalis, AJI Yogya Kecam Kapolres Yogya

Adhitya Himawan Suara.Com
Senin, 27 Juni 2016 | 15:45 WIB
Dianggap Halangi Kerja Jurnalis, AJI Yogya Kecam Kapolres Yogya
Aliansi Jurnalis Independen. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta mengecam tindakan Kepala Polresta Yogyakarta AKBP Tommy Wibisono yang menghalang-halangi kerja jurnalis saat meliput kasus pembacokan di Jalan DI Panjaitan yang menewaskan anggota ormas Gerakan Pemuda Kakbah (GPK) di Ngabean, Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Aksi melawan hukum Kapolresta yang belum seumur jagung bertugas di Kota Jogja itu salah satunya termuat dalam koran Harian Tribun Jogja yang terbit pada Kamis, (23/6/2016), serta sejumlah informasi dari rekan jurnalis yang saat itu meliput di lokasi kejadian.

Dalam keterangan resmi, AJI Yogyakarta, Senin (27/6/2016), tindakan melawan hukum berupa menghalangi kerja jurnalis tersebut bermula pada Rabu, (22/6/2016). Hari itu para jurnalis menunggu Kapolres untuk mengonfirmasi kasus pembacokan di Jalan DI Panjaitan, yang menewaskan anggota ormas GPK. 

Ketika menunggu Kapolres AKBP Tommy Wibisono, yang tidak kunjung keluar, wartawan hanya mendapati Kabag Ops Sigit Haryadi keluar dari ruangan Kapolres. Ketika itu, wartawan meminta Kabag Ops agar memfasilitasi wawancara dengan Kapolres. Tapi lewat anak buahnya tersebut, kapolres mengatakan belum bisa diwawancara. Wartawan diminta sabar.

Meski begitu, wartawan tetap berusaha menunggu Kapolres keluar dari ruangannya. Lantaran kabarnya siang itu, Kapolres akan memimpin pengamanan ribuan ormas GPK yang berkumpul di Ngabean untuk melayat korban pembacokan. Tapi sayang, wartawan kembali gagal mewawancarai Kapolres. Kapolresta yang baru menjabat mulai awal Juni itu berhasil mengecoh wartawan.

Mobil dinas yang sedianya ditumpanginya terus melaju sampai gerbang pintu Mapolres, diikuti mobil dinas lainnya. Tak ada tanda tanda Kapolres menuju ke mobil dinasnya yang berada paling depan. Saat antrian mobil mulai berjalan, baru terlihat Kapolres berada di mobil patroli paling belakang.

Berusaha untuk mendapatkan konfirmasi Kapolres, rekan jurnalis  lalu mengejarnya ke Ngabean. Setibanya wartawan di Ngabean, datang pula mobil dinas Kapolres. Dan Kapolres sudah berada dalam mobil itu. Wartawan lalu mendekati Kapolres. Kapolres kembali minta bersabar sembari menerima panggilan telepon.

Usai menerima telepon, wartawan langsung menanyakan perkembangan penyelidikan kasus pembacokan. Salah seorang wartawan tv di sana langsung merekam situasi tersebut sembari bersiap wawancara dorstop. Kapolres berbelit belum mau berkomentar. Didesak berulang kali Kapolres tetap bungkam. Ia sempat mengungkapkan telah mengantongi pelaku, tapi dikejar lagi mengenai perihal pelaku tersebut, Kapolres justru mendekati salah seorang jurnalis televisi dan meminta hasil rekaman liputan untuk dihapus.

Seorang wartawan cetak juga sempat mendesaknya lagi untuk ijin mengutip: Polres sudah kantongi pelaku. Tapi, Kapolres malah menghindar dari kerumunan wartawan. Terus dikejar wartawan, Kapolres berulang kali mengatakan. "Jangan desak saya. Jangan desak saya." Kapolres bilang belum mau berkomentar. Dia mengaku ingin menjaga kondusifitas Yogya dengan tidak berbicara di media mengenai perkembangan kasus pembacokan di Jalan DI Panjaitan.

Ketua AJI Yogyakarta Anang Zakaria, menyatakan berdasarkan kronologis di atas, sudah jelas bahwa yang dilakukan Kapolresta Yogyakarta merupakan bentuk ancaman terhadap kebebasan pers dan tindakan melawan hukum. "Semua kegiatan wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Pasal 18 Undang-undang Pers menegaskan, siapapun tidak berhak mengahalang-halangi kerja-kerja jurnalistik dari wartawan," kata Anang.

Pasal 18 UU Pers menyatakan setiap orang yang secara sengaja melawan hukum dengan melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi tugas pers, terancam dipidana penjara maksimal 2 tahun atau denda Rp 500 juta.

"Tindakan aparat keamanan, apalagi seorang pimpinan setingkat Kapolresta Yogyakarta mengintimidasi, meminta menghapus gambar dan video hasil karya jurnalis, dan menghalangi-halangi kegiatan jurnalistik para jurnalis tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Kapolresta yang merupakan aparat penegak hukum harusnya memberi contoh dan teladan yang baik ke masyarakat bagaimana menaati perundang-undagan bukan justru melanggar undang-undang," jelas Anang.

AJI Yogyakarta menegaskan bahwa para jurnalis dilindungi oleh undang-undang saat menjalankan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Dari proses peliputan sampai pemuatan atau penyiaran berita dilindungi oleh undang-undang.

Pasal 8 UU Pers menegaskan bahwa dalam melaksanakan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dalam sistem demokrasi, pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial.

Terikait ancaman kebebasan pers yang diutarakan di atas,  AJI Yogyakarta mengecam tindakan Kapolresta Yogyakarta AKBP Tommy Wibisono yang menghalangi keraja jurnalis saat meliput di Ngabean Yogyakarta. Tindakan aparat menghapus gambar dan video dan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik para jurnalis adalah tindakan melawan hukum dan bertentangan dengan UU Pers.

"Kami juga mendesak Kapolri dan Kapolda DIY untuk segera menindak tegas dan menjatuhkan sanksi kepada Kapolresta Yogyakarta atas tindakannya menghalangi kerja jurnalis dan memberi contoh buruk dalam penegakan Undang-undang Pers," tambah Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta Tommy Apriando.

Ia menambahkan bahw Kapolri dan Kapolda harus memastikan anak buahnya tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.Meminta Kapolresta Yogyakarta AKBP Tommy Wibisono untuk membaca dan memahami Undang-undang Pers sebelum berinteraksi dengan media serta mendesak agar Kapolresta Yogyakarta menaati dan mematuhi aturan tersebut. "Kami juga meminta Dewan Pers turun tangan dan memberikan peringatan kepada lembaga penegak hukum yang tidak taat terhadap Undnag-undang Pers," tutup Tommy.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI