Suara.com - Inggris telah memutuskan untuk keluar dari keanggotaan Uni Eropa melalui referendum yang dimenangkan oleh kubu Brexit, Kamis pekan lalu. Di samping berbagai perubahan drastis yang akan terjadi pada Inggris sepanjang proses keluarnya dari Uni Eropa, Brexit diramalkan memicu keluarnya negara-negara anggota Uni Eropa lainnya.
Negara-negara mana sajakah yang berpotensi untuk menyusul Inggris keluar dari blok ekonomi Eropa tersebut? Berikut ini ulasannya seperti dikutip dari Metro.co.uk:
Belanda
Sama seperti halnya kubu Brexit yang dimotori Partai Buruh dan sebagian Partai Konservatif yang anti-Uni Eropa, Belanda juga memiliki partai yang "alergi" pada Uni Eropa. Partai tersebut bernama Partai Untuk Kebebasan (PVV) yang diketuai tokoh sayap kanan Belanda, Geert Wilders.
Secara terang-terangan, Wilders anti-Islam dan anti-Uni Eropa. Ia berharap, Belanda kelak menyusul Inggris keluar dari Uni Eropa.
"Dan Belanda akan menjadi yang selanjutnya! #Nexit," kicau Wilders, saat mengomentari kemenangan kubu Brexit di referendum Inggris. Wilders menggunakan istilah "Nexit" atau Netherlands Exit.
"Saya yakin bahwa itu berarti, negara-negara lain, seperti mungkin negara saya, akan mendapat insentif lebih untuk mengambil kembali kedaulatan nasional mereka," kata Wilders kepada BBC.
"Saya berbicara tentang pergerakan patriotik. Jika kita ingin bertahan sebagai sebuah bangsa, kita harus mencegah imigrasi dan mencegah Islamisasi," kata Wilders.
Swedia
Berdasarkan polling yang diadakan lembaga survei Sifo pada bulan April lalu, rakyat Swedia masih cukup nyaman berada di dalam Uni Eropa. Sebanyak 44 persen responden polling menyatakan ingin tetap bersama Uni Eropa, sementara hanya 32 persen yang ingin keluar dari Uni Eropa.
Namun, Brexit telah terjadi di Inggris. Tidak menutup kemungkinan, presentase tersebut berbalik, di mana akan lebih banyak yang menginginkan untuk pisah dengan Uni Eropa.
Menurut peneliti di Swedish Institute for European Political Studies (SIEPS), Goran von Sydow, Inggris kerap kali dipandang sebagai sekutu dari Swedia di Uni Eropa karena keduanya sama-sama masih berada di luar zona Euro dan masih menggunakan mata uang masing-masing. Inggris masih menggunakan Poundsterling, sementara Swedia masih menggunakan Krona.
'Kepergian' Inggris akan membuat Swedia seakan tak lagi punya sekutu di Uni Eropa.
Italia
Perdana Menteri Italia Matteo Renzi pernah memperingatkan agar Inggris tidak meninggalkan Uni Eropa. Menurutnya, keluarnya Inggris akan berakibat isolasi, kebanggaan yang semu, dan membahayakan identitas negara.
Namun, tidak semua politisi Italia berpikiran seperti Renzi. Pemimpin kubu anti-kemapanan, Partai Five Star, Beppe Grillo, pada Selasa pekan lalu malah sudah menyatakan akan mendesak pemerintah menggelar referendum serupa untuk keluar dari Uni Eropa.
Partai pimpinan Grillo menginginkan agar Uni Eropa direformasi, dibagi menjadi dua mata uang, yakni Euro dan Euro2. Sementara itu, dalam sebuah polling yang digelar bulan lalu, sebanyak 58 persen responden Italia menginginkan referendum terhadap keanggotaan Euro, di mana hampir separuhnya ingin keluar dari Uni Eropa.
Prancis
Rabu pekan lalu, Marine Le Pen, pemimpin partai sayap kanan Prancis, Front National, menyerukan agar Prancis menggelar referendum untuk keluar dari Uni Eropa.
Marine Le Pen memiliki pandangan yang skeptis terhadap keberlangsungan Uni Eropa. Berdasarkan polling yang diadakan badan survei Ipsos MORI bulan lalu, sekitar 41 persen responden di Prancis menyatakan akan memilih keluar dari Uni Eropa jika mereka diberi kesempatan. (Metro.co.uk)
Mungkinkah 4 Negara Ini Susul Inggris "Cabut" dari Uni Eropa?
Ruben Setiawan Suara.Com
Minggu, 26 Juni 2016 | 06:30 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Langkah demi Langkah Mendaftar Beasiswa Erasmus Mundus: Dijamin Mudah!
12 November 2024 | 14:03 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI