Suara.com - Pendiri Lembaga Communication and Information System Security Research (CISSReC) Pratama D Persadha berpandangan sistem informasi dan komunikasi di Indonesia masih belum aman karena masih rawan disadap dan dicuri.
"Pembangunan sistem informasi dan komunikasi jika tidak dibarengi pencegahan dan keamanan rahasia data maka dapat disadap dan dicuri," kata Pratama D Persadha, di Jakarta, Jumat (24/6/2016).
Pemerintah Indonesia terkesan belum begitu peduli terhadap keamanan sistem informasi dan kemunikasi di Indonesia. Padahal Pemerintah mengetahui Indonesia adalah negara yang mudah dimata-matai baik oleh asing maupun oleh pihak-pihak yang ingin melakukan kejahatan cyber.
"Wikileaks, sebuah media massa internasional pernah mengungkap dokumen-dokumen rahasia negara Indonesia dan perusahaan kepada publik melalui situs webnya," katanya.
Menurut dia, hal ini dapat terjadi karena Indonesia menggunakan teknologi asing pada sistem informasi dan komunikasi. Pengguna telepon di Indonesia ada sekitar 125 juta serta pengguna internet ada sekitar 65 juta.
"Telepon dan internet pasti digunakan. Infrastruktur ini jika tidak dikelola dengan benar dapat menjadi bumerang dan digunakan untuk kejahatan," katanya.
Pratama mencontohkan, perencanaan aksi terorisme, dapat dilakukan melaui internet. Internet, kata dia, juga dapat berdampak pada perilaku remaja yang negatif, seperti kekerasan seks. Dia menambahkan, saat ini sudah terjadi perang informasi yang cukup masif, tapi Indonesia belum memiliki infrastruktur informasi dan komunikasi secara konprehensif.
"Banyak orang dapat membangun sistem, tapi hanya sedikit orang yang peduli terhadap keamanan sistem," katanya.
Menurut Pratama, wacana pembangunan Badan Cyber Nasional (BCN) dapat memberikan dampak baik, yakni melindungan data dan informasi dari serangan pencurian. Namun BCN ini, kata dia, harus dikelola dengan baik, agar tidak menjadi seperti pisau bermata dua. Pratama juga mengusulkan, adanya pembangunan media sosial lokal untuk mencegah informasi yang menjadi trend dimanfaatkan oleh asing.
"Selama ini Indonesia menggunakan media sosial asing. Pemerintah jika mau sungguh-sungguh dapat membuat media sosial sendiri," katanya. (Antara)