Suara.com - Pemerintah Indonesia mengaktifkan kembali Crisis Center untuk menangani pembebasan tujuh anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia yang disandera oleh kelompok bersenjata di wilayah Filipina.
Tim Crisis Center dari berbagai unsur institusi ini tadi telah melakukan rapat koordinasi dengan sejumlah stake holder di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (24/6/2016).
"Saya sudah sepakati, dalam rapat tadi kami mensetup, hidupkan Crisis Center. Anggotanya tadi hadir rapat," kata Menteri Koordinator Bidan Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan usai rapat koordinasi di kantornya.
Dalam rapat koordinasi tersebut hadir di antaranya Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso.
Luhut menjelaskan, Crisis Center yang dipimpin oleh Sesmenko Polhukam tersebut bertugas untuk mengidentifikasi masalah penyanderaan WNI tersebut.
"Tugas Crisis Center adalah pertama, mengidentifikasi masalah ini secara tajam, kedua siapa yang melakukan penyanderaan ini. Ketiga, apa kaitan penyanderaan sekarang (7 WNI) dengan penyanderaan WNI sebelumnya. Keempat dimana posisi penyanderaan ini, kelima, mereka mencari keterangan lain yang menghasilkan opsi opsi apa yang akan kita lakukan," ujar dia.
Kemudian pada Selasa (28/6/2016) pekan depan tim Crisis Center dengan sejumlah Menteri terkait akan rapat kembali untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
"Selasa (pekan depan) pagi, kami rapat lagi. Baru kami tentukan sikap," tutur dia.
Dia menambahkan, sebelumnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah menghubungi Duta Besar Filipina untuk pengamanan kapal kapal Indonesia pengangkut batu bara yang melintasi wilayah laut Filipina Selatan, lokasi rawan perompak. Sebab jika jalur lintas laut di perairan Filipina Selatan itu tidak aman, pengiriman batu bara dari Kalimantan akan terhambat, dan itu akan mengganggu pasokan energi listrik Filipina.
"Sebelumnya Menhub sudah berbicara sama duta besar Filipina, bahwa pengamanan dari batas perairan Indonesia dan Filipina itu. Dan Filipina akan mengawal, karena 96 persen kebutuhan batu bara listrik di Filipina Selatan berasal dari Indonesia," kata Luhut.