Tetua Adat Selamatkan Janda Kenya dari Ritual Berhubungan Intim

Suwarjono Suara.Com
Kamis, 23 Juni 2016 | 19:21 WIB
Tetua Adat Selamatkan Janda Kenya dari Ritual Berhubungan Intim
Seorang polisi Kenya berjaga di sekitar para pengungsi asal Sudan Selatan yang menghadiri Hari Pengungsi Sedunia di Kakuma, Kenya. (Reuters/Thomas Mukoya)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejumlah tetua adat di Kenya menyelamatkan nasib para janda yang terancam diusir dari rumahnya dan dipaksa menjalani tradisi menyimpang dan berbahaya saat ditinggal mati suaminya belum lama ini.

Rodah Nafula Wekesa, seorang janda di Kenya terlihat tengah menarik anaknya saat menuju ke rumahnya yang berdinding tanah beberapa waktu lalu.

Dengan acungan golok, ia dihalangi masuk oleh saudara laki-laki suaminya yang belum lama meninggal.

Saudara suami perempuan itu marah karena Wekesa menolak menyerahkan tempat tinggalnya.

Wekesa merupakan satu contoh kasus yang hak warisnya dicabut oleh keluarga iparnya dari suku adat Luo di Kenya.

Pencabutan itu terjadi karena ia menolak permintaan keluarga untuk menjalani tradisi ritual pembersihan bagi para janda di Kenya, yaitu berhubungan intim dengan orang asing.

Ia menolak lantaran dirinya positif terjangkit HIV.

"Anak-anak ingin menangis, tetapi saya katakan pada mereka, tak ada gunanya," ungkapnya via telepon dari bagian barat Kota Ahero.

"Kami menunggu detik-detik kematian, jika itu memang waktunya," kata dia.

Hukum di Kenya memberi hak bagi para janda untuk menempati properti mantan suaminya sampai mereka meninggal.Namun, para janda miskin seringkali diusir keluarga suaminya yang mengincar tanah mereka, dan menggunakan aturan adat demi membenarkan perampasan tersebut.

Ritual pembersihan berbahaya seperti berhubungan intim dengan orang asing, dan meminum air bekas mandi jasad suami, merupakan penyebab tingginya penyebaran virus HIV dan Ebola di Afrika, demikian keterangan Yayasan Loomba yang berkampanye membela hak janda.

Meski demikian, yayasan itu lebih memilih memberdayakan para tetua adat daripada menempuh jalur hukum yang lambat dan mahal guna melindungi para janda dari tekanan keluarga.

Jaringan Isu Legal dan Etis untuk Kasus HIV dan AIDS di Kenya (KELIN) telah melatih sekitar 40 tetua adat di Kenya Barat yang sejak masa pra-kolonial telah berperan sebagai penengah sengketa di komunitasnya.

Para tetua adat itu diberdayakan untuk menengahi perkara hak waris yang menimpa para janda di Kenya.

Prakarsa itu telah membantu mengembalikan tanah 400 janda yang diwarisi suaminya sejak 2009.

"Banyak orang salah memaknai tradisi dalam budaya tersebut. Kami berupaya mengembalikannya ke pemahaman yang tepat," kata manajer program Onyango Ondeng di tengah persiapan menyambut Hari Janda Internasional pada Kamis.

Komunitas pembela hak asasi manusia lain turut bekerja sama dengan komunitas adat Meru dan Kalenjin di dataran tinggi bagian utara Nairobi, Kenya dalam program pemberdayaan serupa.

"Peninggalan itu tidak perlu dimaknai secara seksual," kata Ondeng.

"Kami telah memberdayakan pada tetua adat, mereka telah menjelaskan ke komunitas adat bahwa peninggalan itu diantaranya termasuk mengurus perekonomian istri yang ditinggalkan, dan membiarkan mereka menempati tanah warisannya." Para tetua adat telah mendorong tiap keluarga agar mengadopsi ritual yang lebih aman, misalnya dengan menggantungkan jaket saudara ipar di rumah janda tersebut.

Jaket itu merupakan simbol peninggalan keluarga yang dapat dimiliki para janda.

Saudara ipar Wekesa kini telah menerima perempuan itu. Ia pun hidup tenang berternak ayam dan bebek di rumahnya, dekat Danau Victoria.

"Keadaan kami cukup baik," ungkapnya.

"Saat warga lain punya masalah, mereka datang ke saya meminta saran," katanya menambahkan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI