Ritual pembersihan berbahaya seperti berhubungan intim dengan orang asing, dan meminum air bekas mandi jasad suami, merupakan penyebab tingginya penyebaran virus HIV dan Ebola di Afrika, demikian keterangan Yayasan Loomba yang berkampanye membela hak janda.
Meski demikian, yayasan itu lebih memilih memberdayakan para tetua adat daripada menempuh jalur hukum yang lambat dan mahal guna melindungi para janda dari tekanan keluarga.
Jaringan Isu Legal dan Etis untuk Kasus HIV dan AIDS di Kenya (KELIN) telah melatih sekitar 40 tetua adat di Kenya Barat yang sejak masa pra-kolonial telah berperan sebagai penengah sengketa di komunitasnya.
Para tetua adat itu diberdayakan untuk menengahi perkara hak waris yang menimpa para janda di Kenya.
Prakarsa itu telah membantu mengembalikan tanah 400 janda yang diwarisi suaminya sejak 2009.
"Banyak orang salah memaknai tradisi dalam budaya tersebut. Kami berupaya mengembalikannya ke pemahaman yang tepat," kata manajer program Onyango Ondeng di tengah persiapan menyambut Hari Janda Internasional pada Kamis.
Komunitas pembela hak asasi manusia lain turut bekerja sama dengan komunitas adat Meru dan Kalenjin di dataran tinggi bagian utara Nairobi, Kenya dalam program pemberdayaan serupa.
"Peninggalan itu tidak perlu dimaknai secara seksual," kata Ondeng.
"Kami telah memberdayakan pada tetua adat, mereka telah menjelaskan ke komunitas adat bahwa peninggalan itu diantaranya termasuk mengurus perekonomian istri yang ditinggalkan, dan membiarkan mereka menempati tanah warisannya." Para tetua adat telah mendorong tiap keluarga agar mengadopsi ritual yang lebih aman, misalnya dengan menggantungkan jaket saudara ipar di rumah janda tersebut.
Jaket itu merupakan simbol peninggalan keluarga yang dapat dimiliki para janda.