Mantan Ketua JI Serukan Santoso Menyerahkan Diri

Suwarjono Suara.Com
Kamis, 23 Juni 2016 | 05:31 WIB
Mantan Ketua JI Serukan Santoso Menyerahkan Diri
Perburuan Kelompok Santoso oleh TNI. (Antara/Edy)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Ketua Mantiqi (wilayah kekuasaan) III Jamaah Islamiyah (JI) Mohamad Nasir alias Nasir Abas menyerukan kepada seluruh kelompok sipil bersenjata, termasuk pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso alias Abu Wardah untuk menyerahkan diri kepada aparat keamanan.

Nasir Abas hadir di Palu sebagai narasumber dalam dialog menangkal deradikalisasi mengatasnamakan agama yang digelar Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Palu pada salah satu hotel di kota Palu, Rabu (22/6/2016) malam.

Ia meminta Santoso dan kelompoknya segera menghentikan aksi radikalisme dan tidak melanjutkan niatnya yang dinilai tidak sejalan dengan ideologi bangsa.

"Cukuplah Santoso, turunlah, menyerahkan dirilah lebih baik, kasihan sama keluarga. Untuk tujuan apa lagi. Indonesia tidak memusuhi atau memerangi umat Islam. Indonesia menghargai dan memberikan banyak kemudahan kepada Islam," serunya.

Dia meyakini jika Santoso memiliki niat baik untuk menghentikan aksinya, maka pasti akan diterima secara baik oleh masyarakat. Baginya, niat baik, pasti dibalas baik pula oleh Allah SWT.

Dia merasa terpanggil untuk memberikan seruan tersebut mengingat secara garis perjuangan, Santoso termasuk anak buahnya ketika masih aktif di JI. Segala pengetahuan Santoso dan kelompoknya saat ini, juga merupakan bagian dari binaan JI.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dalam melakukan aksinya, Santoso tidak mempunyai tujuan akhir, sama seperti kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

"Santoso juga tidak punya tujuan akhir karena tidak punya pikiran strategis. Yang ada adalah bagaimana 'action', itu saja. Bagi mereka yang penting berbuat sesuatu," ungkapnya.

Saat dirinya masih tergabung dalam JI, mereka memiliki keyakinan bahwa paling tidak, seumur hidup pernah berjihad.

"Pernah melakukan sesuatu, pernah terlibat kontak senjata, pernah melawan yang dianggap sebagai musuh, mau dia polisi, tentara atau siapalah. Oleh karena itu mereka pergi ke Afganistan, Filipina atau ke tempat konflik, karena ada keinginan yang besar untuk mendapatkan sesuatu yang mereka sebut sebagai fadilah. Inilah yang terjadi dengan Santoso saat ini," tutup Nasir. (Antara)

REKOMENDASI

TERKINI