Penghadangan Truk Sampah di TPST Bantar Gebang Kembali Terjadi

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 22 Juni 2016 | 18:41 WIB
Penghadangan Truk Sampah di TPST Bantar Gebang Kembali Terjadi
Ilustrasi truk sampah. (suara.com/Muhammad Ridwan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ratusan warga di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang Kota Bekasi, Jawa Barat, menghalau iringan truk pengangkut sampah milik DKI Jakarta yang hendak melakukan pembuangan di lokasi tersebut, Rabu (22/6/2016).

"Kami tidak terima kalau TPST Bantargebang diswakelola oleh Pemprov DKI karena tidak ada jaminan pemberian tiping fee untuk warga yang selama ini terkena imbau bau sampah," kata Wandi, koordinator warga.

Pantauan di lokasi melaporkan, ratusan warga menghadang truk sampah DKI tepat di depan gerbang masuk menuju TPST Bantargebang. Massa juga membentangkan spanduk penolakan swakelola TPST Bantargebang oleh DKI tepat di pagar dekat timbangan sampah.

Aksi itu digelar warga saat kuota timbangan telah mencapai batas maksimum pembuangan yakni 2.000 ton sekira pukul 10.00 WIB.

Puluhan truk tersebut dipaksa memutar balik kendaraannya untuk dipulangkan ke DKI. Para sopir truk tampak kebingungan saat massa menggeruduk timbangan sampah di gerbang TPST.

Sementara para kernet truk langsung turun dari kendaraan mereka untuk memandu truk berputar arah di jalan menuju TPST yang memiliki lebar sekira 15 meter itu.

"Sopir segera putar balik kendaraannya. Jangan masuk ke TPST Bantar Gebang," kata salah seorang warga sambil berteriak ke para sopir.

Wandi mengatakan, berdasarkan nota kesapahaman (MoU) antara DKI Jakarta dengan GTJ, bahwa per Januari 2016 jumlah sampah yang masuk ke TPST mencapai 2.000 ton per hari. Namun kenyatannya, jumlah sampah yang masuk mencapai 6.000-7.000 ton per hari.

"Aksi kami ini murni sebagai kontrol terhadap lingkungan sendiri, karena jumlah sampah yang masuk melebihi perjanjian sangat merugikan lingkungan kami," katanya.

Wandi mencontohkan, air tanah di lingkungan rumahnya sudah tercemar sampah. Warga terpaksa membeli air bersih sebesar Rp4.000 per galon untuk dikonsumsi atau keperluan memasak. Kondisi lingkungan itu diperparah dengan jumlah sampah yang melebihi perjanjian antara kedua belah pihak.

Hingga berita ini dibuat, ratusan orang masih berkumpul di mesin timbangan sampah di gerbang depan. Aksi itu mendapat pengawalan ketat dari Satpol PP, kepolisian dan TNI setempat. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI