Suara.com - Sebanyak 19 persen dari 300 remaja Surabaya yang diteliti empat mahasiswa ITS menganggap wajar berciuman saat berpacaran. 36 persen juga menganggap wajar bila berpelukan saat berpacaran.
"Dari hasil kuesioner yang kami sebar, terlihat jelas bahwa pergaulan remaja saat ini sudah sampai tingkat mengkhawatirkan dan cenderung mengarah pada penyimpangan normatif pergaulan budaya timur," kata Ketua Tim Mahasiswa ITS, Febriliani Masitoh, di Surabaya, Selasa (21/6/2016).
Mahasiswa Jurusan Statistika angkatan 2012 ini menjelaskan hal itu menjadi peringatan bagi para orang tua di Surabaya agar bisa mengawasi lebih ketat terhadap putra-putrinya dalam berpacaran. Perilaku berpacaran mereka, kata dia, sudah terbilang mengkhawatirkan.
"Masalahnya, remaja dengan perilaku menyimpang itu berasal dari keluarga dengan latar pendidikan mayoritas hanya SD," katanya saat melakukan presentasi di depan tim Monitoring Evaluasi (Monev) dari Kementerian untuk seleksi ke tingkat Nasional guna Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) kategori penelitian.
Hasil lain dari penelitian ini, 17 persen jika jalan berdua saja tanpa mengajak teman, 9 persen bergandengan, 5 persen memilih tempat sepi saat kencan, 3 persen tidak malu bermesraan di depan umum, dan 2 persen berhubungan seks menjadi tanda cinta.
"Sebanyak 300 kuesioner itu kami sebar secara acak pada 61 siswa SMA, 140 siswa SMK, dan 99 siswa MA. Kami melakukannya secara acak dan tidak mengidentifikasi secara sepesifik sekolahnya," katanya.
Selain itu, mereka juga menanyakan tingkat pendidikan orang tua dan unsur apa saja yang mendorong mereka berperilaku seperti itu.
"Untuk penyebab, responden yang terpapar media pornografi akan cenderung memiliki perilaku pacaran risiko tinggi hingga mencapai 35,3 persen (106 responden)," katanya.
Selain media, pengaruh teman juga menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam perilaku seseorang. Responden yang memiliki teman dengan pengaruh negatif cenderung berperilaku pacaran risiko tinggi, dan sebaliknya.
Terkait pendidikan orang tua, perilaku anak dalam kategori menyimpang itu dipengaruhi latar belakang pendidikan orang tua. Sebanyak 49 persen didominasi oleh orang tua yang berpendidikan SD.