Pelajar Indonesia di Belanda: Reklamasi Teluk Jakarta Ide Kuno

Selasa, 21 Juni 2016 | 07:01 WIB
Pelajar Indonesia di Belanda: Reklamasi Teluk Jakarta Ide Kuno
Pulau hasil reklamasi pulau C dan D di Pantai Utara Jakarta, Rabu (4/5). [suara.com/Kurniawan Mas'ud
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mahasiswa Indonesia di Belanda menyebutkan rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan reklamasi pulau dan membentuk Giant Sea Wall sebagai bentuk pertahanan pesisir sebagai ide yang ketinggalan zaman dan sudah ditinggalkan oleh negara-negara maju, seperti Belanda.

Hal ini merupakan salah satu kesimpulan diskusi Reklamasi Teluk Jakarta yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia Belanda bekerjasama dengan PPI Kota Den Haag dan Forum Diskusi Teluk Jakarta di Kampus International Institute of Social Studies, Den Haag, pada Sabtu (18/6/2016) lalu. Diskusi ini digelar usai para pelajar dari berbagai latar belakang keilmuan menyelenggarakan acara nonton bareng film dokumentar tentang reklamasi teluk jakarta yang bertajuk Rayuan Pulau Palsu.

Mahasiswa program Doktoral dari University of Twente, Hero Marhaento, memaparkan ironi proyek reklamasi Teluk Jakarta dan Giant Sea Wall yang dibantu oleh perusahaan dan konsultan asal Belanda. Pasalnya, di Belanda sendiri, kata kandidat doktoral di bidang Water Engineering, pendekatan hard infrastructure seperti reklamasi pulau dan pembuatan tanggul besar semacam itu sudah lama ditinggalkan.

“Yang membuat saya heran mengapa di saat pembangunan di Belanda sendiri mulai meninggalkan konsep-konsep konvensional berupa hard-infrastructure seperti pembuatan tanggul raksasa atau reklamasi pulau, para pakar dan konsultan Belanda malah menyarankan pembuatan Giant Sea Wall bagi masalah banjir Jakarta,” kata dia.

Hero mengungkapkan saat ini pertahanan pesisir di Belanda dilakukan dengan cara sand nourishment yaitu pembuatan jebakan-jebakan pasir di wilayah yang rawan abarasi, bukan dengan membuat tanggul raksasa di tengah laut. Selain itu, upaya mitigasi banjir di Belanda justru dilakukan dengan merobohkan tanggul-tangggul sungai yang sudah ada dan menggantinya dengan konsep Room for the River.  

Dua metode tersebut terbukti jauh lebih murah, lebih efektif dan ramah lingkungan dibandingkan dengan upaya hard-infrastructure seperti reklamasi pulau dan pembuatan tanggul raksasa.

Hero menjelaskan negara-negara maju sudah mulai sadar bahwa pertahanan pesisir tak bisa dibebankan kepada tangan-tangan manusia dengan pembentukan hard infrastructure. Ia mengatakan upaya pertahanan pesisir dengan membangun tembok raksasa dan reklamasi pulau justru akan memunculkan masalah baru di masa mendatang.

"Bila proyek reklamasi pulau ini dilaksanakan maka hutan bakau di sekitar perarian Teluk Jakarta akan terdegradasi dan hilang. Padahal hutan bakau merupakan pertahanan pesisir alami yang dapat mencegah terjadinya abrasi,” ujarnya.

Selain itu, dalam laporan yang ditulis Dinas Kelautan DKI Jakarta tahun 2013, diakui bahwa Teluk Jakarta memiliki produktivitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi.

“Jadi salah kalau Ahok bilang bahwa Teluk Jakarta tidak ada ikannya,” kata Hero.

REKOMENDASI

TERKINI