Fadli Zon: KPK Independen Bukan Abdi Dalam Istana, Apalagi Ahok

Senin, 20 Juni 2016 | 13:40 WIB
Fadli Zon: KPK Independen Bukan Abdi Dalam Istana, Apalagi Ahok
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. (suara.com/Dian Rosmala)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Wakil ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon, berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak lanjuti informasi dugaan adanya aliran dana yang diterima komunitas Teman Ahok sebanyak Rp30 Miliar.

Menurut Fadli, jika KPK tidak segera menindaklanjuti informasi tersebut, maka taruhannya adalah integritas KPK itu sendiri. Katanya, KPK harus objektif dan independen.

"Harusnya KPK mampu untuk mengangkat isu ini, kita berharap KPK itu tetap menjadi lembaga independen. Saya katakan ini bukan abdi dalam istana, apa lagi abdi dalam Ahok," kata Fadli, di gedung Nusantara II, komplek DPR RI, Jakarta, (20/6/2016).

Fadli berharap tidak tebang pilih dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dua juga mengatakan, daripada KPK mengurusi masalah yang sifatnya tidak terlalu urgen, lebih baik fokus tangani masalah yang ada di depan mata. Seperti kasus Rumah Sakit Sumber Waras.

"Jadi ini harus bekerja secara independen, secara imparsial. Dan kita tidak ingin ada KPK yang tebang pilih. Masa KPK mengungkap kasus Saipul Jamil, saya kira ini merugikan KPK sendiri," kata Fadli.

Menurut Fadli, respon KPK terhadap kasus RS Sumber Waras terkesan tidak serius. Bahkan terkesan melindungi.

"Sementara ada kasus di depan mata, kasus sumber waras. Itu ada kesan melindungi," kata Fadli.

Sebagaimana diketahui, BPK dan KPK menarik kesimpulan yang berbeda terkait kasus RS Sumber Waras. Hasil audit BPK menyebut laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014 mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP). Salah satu penyebabnya adalah pengadaan lahan RS Sumber Waras di Jakarta Barat yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai, sehingga BPK mencatat pembelian lahan merugikan keuangan negara senilai Rp 191 miliar. 

Temuan itu dinilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak berdasar karena terpatok dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) 2013. Sedangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membeli lahan pada 2014. Dokumen pelepasan hak lahan dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras ditandatangani pada 17 Desember 2014.
 
KPK akhirnya mengusut perkara ini. Namun berbeda dengan BPK, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/6/2016), Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan bahwa sejauh ini KPK belum menemukan indikasi perbuatan tindak pidana dalam perkara pembelian lahan RS Sumber Waras tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI