Presiden Joko Widodo telah memilih Komisaris Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai calon tunggal untuk menggantikan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang memasuki masa pensiun bulan depan.
Namun, langkah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu untuk bisa menjadi orang nomer satu di korps Bhayangkara itu tidak berjalan mulus. Pasalnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai selama mengemban tugas sebagai pimpinan Polri, Tito dianggap telah banyak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Terutama terkait kewenangan diskresi anggota Polri untuk menegakkan aturan yang berbuntut banyaknya aksi kekerasan yang dialami masyarakat.
"Karena pada saat yang sama, polisi terkadang harus menggunakan kekerasan dalam menegakkan aturan. Tito mengatakan polisi memiliki kewenangan melanggar hak asasi manusia selama bertugas," kata Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/6/2016).
Menurutnya, dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Tito sangat kentara saat dirinya menjabat Kapolda Papua periode 2012-2014. Saat itu, kata dia pelanggaran HAM yang diduga dilakukan Tito diantaranya yakni penembakan, penghilangan paksa, pembunuhan, pelarangan dan pembubaran unjuk rasa yang menyebabkan sedikitnya tiga sipil tewas dan 2 luka-luka. 26 orang juga ditangkap saat terjadinya pembubaran paksa para pengunjuk rasa.
"Pelanggaran HAM di Papua sepanjang Tito menjabat sebagai Kapolda menunjukkan adanya kontradiksi antara sosok seorang Tito yang disebut-sebut sebagai orang yang sangat memahami nilai-nilai HAM, justru pada kenyataannya masih ikut serta menjadi bagian dari pelaku pelanggar HAM dan tidak benar-benar menghormati, memenuhi, melindungi Hak Asasi Manusia secara utuh," bebernya.
Dia sendiri menyayangkan jika Jokowi terlanjur menunjuk Tito yang dianggap punya catatan kelam soal pelanggaran HAM.
"Tito tentu menyadari bahwa salah satu masalah aparat kepolisian di Indonesia adalah maraknya budaya kekerasan dalam menjalankan tugas," tandasnya.