ICW Lebih Percaya Pada KPK Soal Kasus Sumber Waras

Sabtu, 18 Juni 2016 | 13:31 WIB
ICW Lebih Percaya Pada KPK Soal Kasus Sumber Waras
Kantor KPK dengan spanduk raksasa. [Suara.com/ Adrian Mahakam]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri menegaskan bahwa pihaknya lebih percaya terhadap hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) daripada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait status kasus Rumah Sakit Sumber Waras. Kata dia, dalam mengusut kasus tersebut, KPK sudah mempertimbangkan semuanya, termasuk meminta masukan dari para ahli, sehingga ditemukan tidak ada unsur korupsi yang menyebabkan ada  kerugian negara senilai Rp191 miliar.
 
"Ini tidak bisa ditutupi ya, kami lebih percaya KPK daripada BPK, karena ada beberapa hal yang menurut kami dan KPK sama," kata Febri dalam diskusi bertajuk 'Mencari Sumber yang Waras' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu(18/6/2016).
 
Lebih lanjut Febri menjelaskan bahwa  BPK kurang cermat dalam mengaudit pengadaan lahan RS Sumber Waras. BPK hanya merujuk pada Perpres nomor 40 tahun 2014 Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
 
Kata dia, seharusnya BPK tidak mengabaikan ketentuan Pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014 yang dengan tegas menyebutkan, demi efisiensi dan efektivitas, maka pengadaan tanah di bawah lima Hektar dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan dan pemilik tanah.
 
"BPK tidak menggunakan sumber hukum dengan cermat. Dia hanya pakai Perpres 71 Tahun 2012, tapi kalau pakai pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014 tidak temukan pelanggaran,"katanya.
 
Lebih lanjut, kejanggalan lain menurut Febri bahwa BPK hanya berpatokan pada  pembelian lahan Sumber Waras dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) di Jalan Tomang Utara Rp7 juta per meter persegi. Padahal, karena tanahnya berlokasi di Jalan Kyai Tapa berdasarkansertifikat, maka NJOPnya pun haeus sesuai dengan yang ada dalam daftar Ditjen Pajak.
 
"Seharusnya BPK juga memperhatikan kesimpulan NJOP Sumber Waras dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang menyebutkan pajak lahan itu mengikuti NJOP Jalan Kyai Tapa," kata Febri.
 
Berbeda dengan Febri, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Herry Firmansyah mengatakan, laporan BPK bahwa pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare merugikan keuangan negara hingga Rp 191,3 miliar harus dijadikan landasan utama KPK melakukan penyelidikan. Namun nyatanya KPK mengesampingkan hasil audit BPK dalam menyimpulkan hasil penyelidikan.
 
"Hukum harus tegas, jelas dan tertulis. Ada UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara itu murni ranahnya dari BPK. Karena itu, dari UU maka janggal ketika sesama lembaga negara yang tidak memakai itu. Malah secara tidak langsung menimbulkan keributan publik," kata Firmansyah.
 
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat(RDP) dengan Komisi III DPR, Ketua KPK, Agus Rahardjo sudah menyampaikan hasil penyelidikan terhadap kasus yang diduga melibtakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tersebut. Agus menyampaikan bahwa dalam kasus itu, tidak ada pelanggaran hukum yang ditemukan oleh Penyidik KPK. Dan hal itu tentu berbeda dengan yang disampaikan BPK melalui audit investigatifnya. Karena itu, KPK dalam waktu dekat akan memanggil BPK agar menemui penyidik KPK membahas terkait perbedaan tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI