Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Fadli Zon meragukan kinerja yang ditunjukkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus dugaan korupsi pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Bahkan dirinya tidak tahu, apakah KPK pura-pura bodoh atau mungkin sebaliknya memang sesungguhnya bodoh dalam menyelidiki kasus tersebut.
"Hasil audit BPK(Badan Pemeriksa Keuangan) itu harus dikatakan benar, kalau misalkan salah, hasil audit itu harus dibuktikan di pengadilan. Saya tidak tahu apakah KPK ini pura-pura bodoh atau memang bodoh benaran," kata Fadli Zon dalam diskusi yang bertajuk 'Mencari Sumber yang Waras' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu(18/6/2016).
Kata salah seorang kepercayaan Prabowo Subianto tersebut, hasil audit BPK yang menunjukkan ada kerugian negara sebesar Rp191 miliar sudah bisa membuktikan bahwa ada pelanggaran hukum dalam kasus tersebut. Tetapi ia heran, KPK dalam hal ini justru berani mengatakan bahwa hasil yang disampaikan BPK melalui audit investigatif tersebut tidak menemukan pelanggaran hukum.
"Kalau saya lihat ada yang abaikan audit BPK. Ini KPK seperti bukan lembaga yudisial," kata Fadli.
Lebih lanjut ,Wakil Ketua Partai Gerakan Indonesia Rakyat (Gerindra) ini juga mengaku ada kejanggalan yang terjadi dalam kesimpulan KPK. Dia melihat KPK mengesampingkan hasil audit BPK lalu mengutamakan pendapat para ahli.
"Sejak kapan kerugian negara bisa dianulir oleh keterangan ahli. Audit BPK harus diterima apa adanya, ini akan mendatangkan persoalan hukum dan ketatanegaraan," katanya.
Dia menegaskan bahwa untuk menagaudit kerugian negara dalam kasus tersebut, BPK sudah menggunakan dua Perpres.
"Ada perpres 71 Tahun 2012 yang jadi dasar. Kemudian ada perpres 40 Tahun 2014. Dalam temuan BPK menggunakan keduanya," terangnya.
Sebelumnya Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan sejauh ini belum ada indikasi kuat kerugian negara dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Meski begitu, kasus tersebut ditegaskan Agus belum dihentikan karena KPK akan mengundang BPK untuk berkomunilasi dengan penyidik KPK terkait penyelidikan kasus yang diduga melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Data BPK belum cukup indikasi kerugian negara. Jadi penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukumnya, nah oleh karena itu jalan satu-satunya kita lebih baik mengundang BPK, ketemu dengan penyidik kami," kata Agus di sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Agus menjelaskan proses pengusutan kasus ini KPK berlangsung lama karena perlu pendapat ahli. Dia mengaku ada beberapa ahli yang didatangkan KPK misalnya dari UI, UGM, dan MAPI.
"Mengundang itu, dan menyandingkan dengan temuan-temuan BPK. Nah tapi kami perlu hati-hati tidak semua saran kita putuskan iya. Makanya tadi saya bilang mau ketemu lagi dengan satu instansi, itu kita pengen undang BPK untuk ketemu dengan penyidik kita," kata Agus.