Suara.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memastikan tidak ada peraturan daerah bernuansa syariat Islam yang masuk dalam deregulasi 3.143 buah perda yang dilakukan pemerintah pusat saat ini. Semua peraturan yang dibatalkan tersebut hanya terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi dan masalah perizinan.
"Siapa yang hapus? Tidak ada yang hapus," kata Mendagri Tjahjo di kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Sebelum perda-perda yang cenderung intoleran atau diskriminatif serta berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat didalami, Kemendagri akan mengundang organisasi keagamaan untuk menyelaraskan regulasi itu, apalagi bagi daerah otonomi khusus.
"Misalnya, Aceh mau terapkan syariat Islam di daerahnya, itu boleh. Namun penerapan di sana, mau diterapkan juga di Jakarta, tentu tidak bisa," ujar dia.
Tjahjo menambahkan, pemerintah mengikuti pertimbangan dan fatwa dari organisasi keagamaan seperti MUI. Karena itu, dalam melakukan evaluasi dan pendalaman perda bermasalah yang bernuansa Islam tentu ada klarifikasi serta penyelarasan dengan tokoh agama.
Ia berjanji akan mempublikasikan ribuan perda tersebut. Berdasarkan data yang ia peroleh, ada 2.227 perda provinsi yang dibatalkan Kemendagri, lalu 306 perda yang secara mandiri dicabut Kemendagri. Serta 610 perda kabupaten/kota yang dibatalkan pemerintah provinsi masing-masing.
"Ini semua soal investasi. Kami tidak mengurusi perda yang bernuansa syariat Islam. Ini untuk mengamankan paket kebijakan ekonomi pemerintah," kata Tjahjo lagi.
Tjahjo mengaku menerima ratusan SMS yang diterima ke telepon selulernya terkait penolakan pembatalan perda bernuansa syariat Islam. Tuduhan itu diklaim tak benar.
"Perda itu memang menjadi kewenangan kepala daerah. Kami tak membatalkan perda tersebut, namun hanya menguatkan ketentuannya saja, apalagi terkait SOP Satpol PP," ujar dia lagi. (Antara)