Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi disarankan meminta Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit forensik aliran dana dalam pembelian lahan untuk pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras.
"Apakah sudah dilakukan audit forensik dana Sumber Waras? Itu tentu harus dilakukan," kata anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang dalam rapat dengar pendapat Komisi III dengan KPK, Rabu (15/6/2016).
Dia menambahkan audit forensik bisa digunakan untuk meluruskan perbedaan pendapat antara KPK dan BPK. BPK menyebut ada indikasi kerugian negara, sementara KPK mengatakan tidak ada perbuatan melawan hukum dalam pembelian lahan.
Menanggapi Junimart, anggota Komisi III Fraksi PAN Daeng Muhammad mengatakan perbedaan pendapat antara dua lembaga akan membawa preseden baru. Itu sebabnya, dia berharap mereka dapat segera bertemu membahasnya.
"Dulu, hasil audit BPK digunakan sebagai alat bukti. Kalau begini, akan menjadi preseden kan. Kemudian, audit BPK yang dulu-dulu berarti perlu diaudit ulang karena mungkin ada kesalahan," tutur Daeng.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengapresiasi karena Komisi III mengakomodir KPK dan BPK. Laode mengatakan tentu saja akan bertemu BPK, meski tanpa diinisasi Komisi III.
Laode menyatakan KPK telah meminta penyelidikan forensik kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan.
"Kami minta PPATK, kami cek, periksa orangnya jadi untuk hal lokasi tanah yang lokasinya tertulis dalam surat tanah dan banyak sekali yang kami ketahui dari forensik itu," kata Laode.
Laode berterima kami terima kasih atas imbauan anggota DPR.
Ketua KPK Agus Rahardjo pun menambahkan audit forensik telah dilaksanakan.
Dugaan penyimpangan dalam pembelian sebagian lahan untuk RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI mulai diselidiki KPK pada 20 Agustus 2015. Kasus ini pertamakali muncul dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Jakarta atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada 2014.
BPK Provinsi Jakarta menilai ada indikasi penyimpangan prosedur pembelian lahan. Sebab, harga lahan yang dibeli jauh lebih mahal sehingga ada indikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp191 miliar.
BPK RI kemudian mengaudit investigasi ulang pembelian tersebut atas permintaan KPK. Hasilnya sudah diserahkan kepada KPK.
Di berbagai kesempatan, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membantah pembelian sebagian lahan terlalu mahal. Menurut Ahok, harganya sudah sesuai NJOP