Suara.com - Maarif Institute kembali memberikan penghargaan untuk keenam kalinya kepada sosok teladan masyarakat dan menginspirasi perubahan sosial. Penghargaan diberikan kepada dua aktivis dan satu lembaga swadaya masyarakat.
Penghargaan pertama diberikan kepada Budiman Maliki, pejuang hak dasar layanan masyarakat Poso. Budiman merupakan aktivis yang pernah terlibat dalam rangka penanganan pengungsi konflik Poso. Aktivitasnya melampaui batas-batas primordial agama dan etnis. Kini, dia berkutat pada pemberdayaan masyarakat.
Anggota dewan juri Endy Bayuni menjelaskan Budiman merupakan seorang yang rela tak mengambil gaji demi membiayai operasional kantor, sementara untuk ekonomi rumah tangga, dia tutupi dengan berjualan es lilin dari warung ke warung.
"Seorang aktivis yang konsisten merawat jalan sunyi meskipun rekan-rekan seangkatannya sudah beralih profesi menjadi kontraktor, PNS bahkan politisi. Satu hal yang sulit di daerah pascakonflik," kata Endy dalam acara konferensi pers di Studio Metro TV, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Minggu (12/6/2016).
Penghargaan kedua diberikan kepada Rudi Fofid. Dia aktivis yang juga wartawan. Dia penyintas konflik kekerasan di Ambon yang meyakini bahwa perdamaian adalah jalan hidup. Dan baginya, Ambon yang damai adalah obat untuk semua orang yang telah menjadi korban dalam konflik di Ambon, termasuk ayah dan kakaknya.
"Kini, Rudi bersama dengan anak-anak muda di Ambon dengan beragam aktivitas dari sastra hingga music hip-hop untuk menyuarakan perdamaian. Jadi kalau di Ambon ini Rudi sering dipanggil Opa," kata Endy.
Penghargaan ketiga diberikan kepada Mosintuwu Institute. Lembaga ini dinilai mampu mentransformasikan kekuatan perempuan menjadi gerakan pembaruan di Poso.
"Mosintuwu adalah bukti bahwa perempuan-perempuan penyintas konflik Poso mampu menjembatani konflik, mengurai dendam dan memahami perbedaan untuk kemudian bersama membangun Tanah Poso melalui desa," kata Endy.
Proses seleksi penerima penghargaan dilakukan selama empat bulan sejak Januari 2016. Mereka yang menerima Maarif Award dinilai berdasarkan dua kriteria, yakni prespektif berdasarkan gender dan perdamaian.
Maarif Award 2016 merupakan acara keenam setelah sebelumnya juga diselenggarakan pada tahun 2007, 2008, 2010, 2012, dan 2014.
Penerima Maarif Award pada tahun 2007 yaitu Pdt Jack Manuputty dari Ambon, Arianto Sangaji dari Poso. Pada tahun 2008 Tgh Hasanain juaini dari Lombok, M. Tafsir dari Semarang, Cecilia Yuliani Hendayani dari Blitar. Tahun 2010 S. Ali Habsyi dari Magelang, tahun 2012 Ahmad Bahruddin dari Salatiga, Romo Carolus dari Cilacap. dan tahun 2014 Maril Koto dari Sumatera Barat.